Menurut kamus psikologik, secara harafiah berarti ” perlengkapan
psikologik” yang membangkitkan organisn untuk bertindak ke arah tujuan
yang diinginkan; alasan untuk
bertindak yang mana memberi arah dan tujuan pada tingkah laku . Jadi dari kedua
arti tersebut, menjadi jelas bahwa motivasi merupakan vektor, mengandung bobot dan
arah. Lebih lanjut motivasi selalu dihubungkan dengan tujuan. Jadi motivasi belajar,
tentunya perllengkapan psikologik yang membangkitkan seseorang untuk belajar agar
mencapai tujuan. Dengan perkataan lain, apabila kita tidak jelas dengan tujuan yang
hendak kita capai, maka sulit untuk menemukan motivasi belajar.
Sebagaimana dijelaskan dalam modul MD-02 sebelumnya, pada hakekatnya belajar
adalah panggilan hidup. Jadi bagi orang beriman, setidaknya sudah jelas
satu tujuan mempertanggungjawabkan kehidupan di hadapan Yang Maha
Kuasa. Hal itu berarti,
sebisanya kita perlu belajar menjadi orang sebagaimana kita dimaksudkan Sang Pencipta.
Demikian pula kondisi otak kita bertumbuh dan berkembang sesuai dengan kuantitas dan
kulitas asupan. Semakin banyak kita belajar, semakin berkembang fungsi otak kita, semakin
lebih termotivasi lagi untuk mencari tahu- belajar. Jadi bisa kita
simpulkan bahwa sudah hakikinya manusia memiliki motivasi belajar.
Tersirat pengertian tidak ada orang yang tidak mempunyai motivasi
belajar. Tinggal persoalannya adalah berapa kekuatannya dan kemana arah
belajarnya, Apabila pada sejumlah orang tidak nampak termotivasi,
berarti mereka sudah belajar lewat satu dan lain kondisi, menjadi orang
yang tidak termotivasi untuk belajar ., atau mereka tidak memiliki
kejelasan tentang tujuan hidupnya. Andaikan mereka berupaya memperjelas
tujuan hidupnya, dan menghapus hasil belajar (’de-learning’) yang
keliru, maka motivasinya akan nampak.
Meskipun tiap orang memiliki motivasi belajar, ada orang yang
termotivasi dari dalam dirinya – ’ intrinsic’ , ada juga yang
termotivasi dari luar - ’extrinsic’ . Mereka yang motivasi belajarnya
bersifat intrinsik biasanya berorientasi ’inner locus of control’ .
Mereka secara teratur mempertanyakan ke dirinya : ”Apa yang sudah saya
pelajari ? Apa yang bisa saya laku kan untuk menambah dan
memperbaikinya, mengembangkannya? Apakah saya sudah cukup berupaya?,
masih bisa ditingkatkankah upaya saya ? dst. Yang pada hekekatnya,
melakukan monitoring diri, sejauh mana kemajuan perkembangannya belajar
menjadi.
Sedangkan orang-orang yang termotivasi belajar oleh hal di luar dirinya, cenderung
meletakkan ’locus of control’ di luar dirinya. Mereka memotivasi diri
dalam belajar dengan mempertanyakan pertanyaan seperti : ” Apa yang
saya bisa peroleh apabila saya lakukan hal ini, apabila saya
mempelajari hal ini ? Kalau saya dapat nilai baik, apa yang akan saya
peroleh? Dst. Pada umumnya, motivatsi ekstrinsik diperoleh sebagai
hasil belajar dengan lingkungannya, terutama lingkungan keluarganya di
rumah. Artinya mereka dibesarkan dengan cara seperti itu. Tidak banyak
peluang mereka daatkan untuk membuat pilihan-pilihan, segala sesuatunya
telah di’set-up’ tergantung kepada orang lain, tergantung apa kata
orang lain, dst Dari keduanya, tentunya tidak ada yang 100 % murni
intrinsic maupun extrinsic. Orang termotivasi intrinsik, berarti
terbanyaknya ia didorong oleh hal-hal dari dalam kalbunya. Sedangkan
orang-orang yang termotivasi ekstrinsic, kebanyakkan berdasar kepuasan
yang datangnya atau berada di luar dirinya. Semakin besar kekuatan
motivasi intrinsicnya, semakin besar juga kecenderungan yang
bersangkutan bisa belajar menjadi. Lebih jauh ada banyak riset tentang
motivasi, yang dapat memberi kita insight lebih lanjut bagaimana posisi
dan perannya dalam kehdiupan kita sehari hari. Pada bagian berikut,
kita akan melakukan orientasi atas sejumlah teori, hanya sebagai
informasi latar dalam percakapan memotivasi diri ini.
2. Orientasi Teori Motivasi
Sebagaimana disampaikan terdahulu, ada banyak teori yang menjelaskan
tentang motivasi. Beberapa teori sudah sangat dikenal dan dipergunakan
di banyak bidang ilmu dan praktisi . Berikut, secara sepintas kita akan
melakukan orientasi atas sekjumlah teori, yang dikelompokkan dalam
tiga kelompok, yaitu (1) kelompok teori yang menjelaskan tentang
komponen dari motivasi; (2) kelompok kedua teori-teori yang menjelaskan
proses motivasi, sedangkan (3) kelompok ketiga, teori teori yang
menjelaskan motivasi dalam kaitan dengan hal lain seperti prstasi, self
image, dst.
2.1 Kelompok teori : komponen dari motivasi
Cukup banyak teori yang menjelaskan motivasi dari sudut strukturalnya,
akan tetapi kita akan melihat sebagai ilustrasi, hanya dua teori yaitu :
‘Teori Peringkat kebutuhan’ dari Abraham Maslow dan Teori Terpancar’
dari David Mc Clelland D
(1) Teori Peringkat Kebutuhan’ dari Abraham Maslow
Maslow mengutarakan bahwa pada dasarnya tingkah laku manusia ( termasuk
belajar), didorong oleh kebutuhan yang orang tersebut pada saat itu.
Jadi, seseorang melakukan sesuatu karena pada saat itu ia menghayati
sangat keku rangan (depriviation) salah satu kebutuhannya, yang akan
terpenuhi oleh kelakuan tersebut.; dan dorongan ini disebut ‘D-motive’
Selanjutnya, kebutuhan manusia tersebut digolongkan Maslow kedalam enam tingkatan 1 , yaitu :
1) Kebutuhan fisiologik ( makanan, air, udara, dst);
2) Kebutuhan rasa aman ( bebas dari rasa takut, cemas, tertekan,dst);
3) Kebutuhan Bersosial ( berteman, mencintai dan dicintai, dst),
4) Kebutuhan Pengakuan - self Esteem ( dihargai,diakui prestasinya, reputasinya,dst);
5) Kebutuhan aktualisasi diri ( untuk mejadi yang ia bisa menjadi) dan
6) Kebutuhan Kognitif ( kebutuhan untuk memutahirkan diri).
Lebih lanjut keenam kelompok kebutuhan tersebut bersifat hirarkhis.
Artinya kebutuhan paling dasar ( fisiologik) dihayati dan terpenuhi
pada batas minimalnya, barulah terhayati kebutuhan hirarkhi berikutnya (
rasa aman) . Hanya ketika kebutuhan rasa aman tersebut terpenuhi pada
ambang bawahnya, barulah muncul kebutuhan dengan hirarkhi di atasnya
lagi ( sosial) , demikian seterusnya hingga kebutuhan aktualisasi diri.
Pada saat orang mulai beraktualisasi, maka ia akan menyadari adanya
kekurangan informasi atau skill yang diperlukan untuk melanjutkan
aktualisasinya, maka muncul-lah kebutuhan kognitif, yaitu menambah dan
meng-‘updated’ hasil belajarnya . Setelah mengisi kognitifnya, maka
yang bersangkutan akan kembali ke kebutuhan dasar, tetapi bukan dalam
dorongan kekurangan, tetapi dalam dorongan keperluan, yang Maslow sebut
sebagai B-motive atau Beta motive.
Jadi menurut teori Maslow, orang perlu belajar untuk bisa ‘survival’,
dan apabila mau berkembang, mau belajar menjadi ( beraktualisasi) ,
maka manusia akan terdorong untuk belajar menjadi.
(2) Teori Terpancar’ dari David Mc Clelland
Mc Clellland, dalam penelitiannya di beberapa negara maju, menjumpai
bahwa kemajuan negara tersebut sebenarnya dipicu oleh sejumlah kecil (
sekitar 2 %) orang yang mempunyai profil motive tertentu. Profil
motivasi mereka sedemikian rupa sehingga memungkinkan mereka menjadi
entrepreneur, karena mereka memiliki ‘mind-set / jiwa entrepreneurship’
, yang menurut Mc Clelland bisa dilatihkan.
Motivasi manusia dibedakan Mc Clelland dalam 3 macam, yaitu motive pencapaian
( achievement), motif keakraban ( Affiliation) dan motive kekuasaan (
Power). Setiap manusia memiliki ketiga motive ini, hanya saja dalam
konfigurasi yang berbedabeda. Ada orang yang motivasi achievementnya
tinggi, motivasi affiliasinya rendah, dan motivasi Powernya tinggi;
tetapi ada pula orang yang motivasi achievementnya tinggi, motivasi
affiliasinya sedang, dan motivasi Powernya rendah, dsbnya. Kemudian Mc
Clelland menemukan ciri-ciri orang dengan masing-masing konfigurasi
tersebut. Lebih lanjut setiap profesi atau pekerjaan membutuhkan
profil/konfigurasi motivasi tertentu.
2.2 Kelompok teori : proses motivasi
Dari teori motivasi yang menjelaskan proses, kita tinjau dua teori saja sebagai ilustrasi,
yaitu : Teori harapan - ’expectancy theory’ dari V. Vroom dan teori Penguat – ‘Re
inforcement theory’ dari B.F.Skinner.
(1) Teori harapan - ’expectancy theory’ dari V Vroom
Vroom merumuskan Motivasi sebagai perkalian anatara ‘expectancy’, yaitu
persepsi individu tentang kemampuan atau kemungkinannya mencapai
sasaran. Dan ‘valence’, nilai yang dilekatkannya pada keluaran atau
imbalan yang akan ia peroleh.. Lebih lanjut, kondisi ini hanya berlaku
bagi mereka yang memiliki “internal locus of control”, dimana mereka
yakin dapat mengontrol pencapaian tujuan mereka.; akan tetapi tidak
berlaku bagi mereka yang “external locus of control”
(2) Teori Penguat – ‘Re inforcement theory’ dari B.F.Skinner
Teori ini disebut juga Stimulus Respons theory; karena menurut teori
ini stimulus yang datang pada individu, akan membuat individu memberi
respons, dan respons ini akan mempunyai konsekwensi atau penguat (
Consequences /reinforcement ). Penguat ini bermacam-macam, yaitu:
penguat positif, yang akan memperkuat terulangnya respons ; penguat
menghindari, penguat negatif; penguat yang sifatnya mengurangi dan
hukuman yang juga merupakan penguat negatif. Lebih lanjut, kemunculan
penguat ada yang berkelanjutan, artinya setiap respon muncul, begitu
juga penguat. Ada juga yang membutuhkan interval waktu.. Yang
membutuhkan sela waktu ini, beberapa macam anatara lain : penjadwalan
sela tetap (‘fixed interval’); penjadwalan sela tidak teratur
(‘variable interval’); penjadwalan rasio tetap (‘fixed ratio’) dan
penjadwalan rasio tidak teratur (‘variable ratio’)
2.3 Kelompok teori : motivasi dalam aplikasinya
Berikut adalah dua teori aplikasi motivasi sebagai ilustrasi, yaitu
teori Covington yang dikenal sebagai teori diri berharga - ‘Self-worth
theory of achievement dan teori Ames dengan struktur tujuan sebagai
sistem motivasi.
(1) ‘Self-worth theory of achievement’ dari Covington
Covington melihat ‘performance’ merupakan hasil perpaduan dari
kemampuan – ability yang dimiliki seseorang dengan upaya –effort yang
dikeluarkannya untuk melakukan pencapaian. Selanjutnya performance ini
akan berpengaruh pada penghayatan diri berharga ( ‘self worth’) , yang
pada gilirannya akan menambah penghayatan kemampuan dan upaya, sehingga
semakin baik lagi performancenya, dst kita melihatnya sebagai
termotivasi .
(2) “Goal Structure as Motivational System’, dari Ames
Ames melihat ada kaitan yang erat antara struktur tujuan –Goal
Structure dengan system motivasi - Motivational System Tujuan yang
mengarah pada kerja sama –cooperative, berkaitan erat dengan sistem
motivasi yang didasarkan pada moralitas. Sedangkan tujuan yang bersifat
competitive, akan mendorong sistem motivasi yang bersifat egoistik.
Sementara tujuan yang arahnya individualistic akan berkaitan dengan
sistem motivasi yang menekankan penguasaan-mastery.
Demikianlah kita telah sepintas lalu melihat-lihat inti enam teori
motivasi, semoga Anda mempunyai sedikit orientasi , dan insight bahwa
teori tentang motivasi amat beraneka ragam tergantung dari sudut mana
kita memandang. Yang mana yang baik? Setiap teori memiliki kelemahan
dan kekuatannya masing-masing. Nampaknya untuk keperluan tertentu
selalu ada teori yang paling sesuai. Seperti disampaikan sebelumnya
bagian 2 ini hanya sebagai ‘window shopping’. Bila suatu saat Anda
memerlukan , Anda dapat mendalami teori yang Anda perlukan.
Bersikap Mawas diri
Telah kita bahas dalam modul MD-02 bahwa otak menyimpan semua hasil
rekaman pengetahuan dan penghayatan kita dalam memory-nya. Apabila
karena satu dan lain hal kita sempat keliru belajar menjadi ’tidak
mampu, tidak berdaya, tidak bias belajar’, maka langkah yang perlu
dilakukan adalah merombak hasil belajar tersebut- ’delearning’ dengan
cara memutahirkan (up-dated) selalu mind-set kita ( ingat kembali modul
MD-01) Kembali berdialog dengan diri Anda, dari mana datangnya pikiran
tersebut, lalu mutahirkan ( teknik Stop pikiran lama-ganti dengan
pikiran baru)
Salah satu sikap mawas yang perlu dijaga adalah mawas akan kosakata
yang Anda ungkapkan baik ke diri maupun ke luar. Kosa-kata yang Anda
pakai mencerminkan siapa Anda tetapi juga membentuk diri Anda. Sebagai
ilustrasi, apabila kita belum berhasil menguasai suatu mata kuliah,
kosakata apakah yang kita keluarkan ( bersuara ataupun dalam hati ?)
.............. ” Ah memang saya tidak mampu” , ”ah memang bukan jurusan
pilihanku”, ” Dosennya tidak becus menerangkan”, ” Sialan, apa sih
gunanya belajar ini semua”, dst dst. Apabila kosakata itu yang keluar,
maka bisa dipastikan Anda kehilangan kesempatan termotivasi. Mengapa
tidak seperti Thomas Edison, ketika ia masih selalu gagal menghasilkan
nyala bola lampunya, ia menagatakan bahwa ”semua upaya yang belum
menghasilkan ini merupakan prasarat untuk munculnya nyala pertama dari
bola lampunya ”. Pada akhirnya kita tahu kosakatanya betul, dan
sekarang kita menikmati hasil jatuh bangunnya. Pergunakanlah kosakata
yang mendukung diri Anda maju, seperti misalnya: ”
Saya punya potensi, mungkin belum terpoles, belum terasa; baiklah saya
coba memolesnya, ya saat ini saya perlu bantuan, yang dapat memoles
potensi saya.” Selanjutnya hindarilah kosakata yang membawa Anda lebih
terpuruk lagi, seperti :”Sebetulnya saya bisa, cobanya ............”. ,
” Andai saja .............., ”, atau ” Sebenarnya saya bisa, tetapi
.............”, dsb hanya sebagaio pembenaran diri. Dibalik kosakata
yang Anda pergunakan, adalah sikap hidup yang Anda anut, ’mind-set’ yang
Anda setel. Jadi mulailah dari sana mengubahnya, memutahirkan sesuai
tuntutan jaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar