Kelas sosial dan Status Sosial bisa dibilang bisa mempengaruhi
Perilaku Konsumen terhadap Pembelian, arti dari kelas sosial dan status
sosial sendiri adalah :
Kelas Sosial
Kelas sosial adalah pembagian anggota masyarakat ke dalam suatu
hierarki status kelas yang berbeda sehingga para anggota setiap kelas
secara relatif mempunyai status yang sama, dan para anggota kelas
lainnya mempunyai status yang lebih tinggi atau lebih rendah.
Status Sosial
Menurut Ralph Linton Status sosial adalah sekumpulan hak dan kewajian
yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya. Pada zaman dulu memang
kelas sosial atau yang lebih dikenal dengan kasta sudah ada, contohnya
seperti
· Brahmana (pendeta)
· Kesatria (prajurit dan pemerintah)
· Waisya (Pedagang)
· Sudra (Pelayan)
Pengaruh dari adanya kelas social dan status terhadap perilaku
konsumen begitu tampak dari pembelian akan kebutuhan untuk sehari-hari,
bagaimana seseorang dalam membeli akan barang kebutuhan sehari-hari baik
yang primer ataupun hanya sebagai penghias dalam kelas sosial begitu
berbeda. Untuk kelas sosial dari status yang lebih tinggi akan membeli
barang kebutuhan yang bermerek terkenal, ditempat yang khusus dan
memiliki harga yang cukup mahal. Sedangkan untuk kelas sosial dari
status yang lebih rendah akan membeli barang kebutuhan yang sesuai
dengan kemampuannya dan ditempat yang biasa saja. Adapun yang merupakan
ukuran kelas sosial dari konsumen yang dapat diterima secara luas dan
mungkin merupakan ukuran kelas sosial terbaik terlihat dari pekerjaan,
pendidikan dan penghasilan.
Peranan dan Status
Sepanjang kehidupan, seseorang akan terlibat dalam beberapa kelompok
baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya : keluarga, klub
dan organisasi. Kedudukan seseorang dalam setiap kelompok dapat
diartikan sebagai Peranan dan Status.
a. Faktor Pribadi
Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh ciri-ciri
kepribadiannya, termasuk usia dan daur hidupnya, pekerjaannya, kondisi
ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri.
b. Faktor Psikologis
Pilihan seseorang membeli juga dipengaruhi oleh empat faktor
psikologis utama, yaitu : motivasi, persepsi belajar, kepercayaan dan
sikap. Motivasi seperti yang diterangkan oleh teori Robert Maslow:
Dimulai dengan kebutuhan-kebutuhan fisiologis (lapar, haus), disusul
kebutuhan-kebutuhan keselamatan (perasaan aman, perlindungan), kemudian
kebutuhan-kebutuhan sosial (perasaan menjadi anggota lingkungan dan
dicintai), selanjutnya kebutuhan-kebutuhan untuk dihargai (harga diri,
pengakuan, status) dan mengkerucut ke kebutuhan-kebutuhan pernyataan
diri (pengembangan dan perwujudan diri).
Pendekatan yang sistematis untuk mengukur kelas sosial mencakup dalam berbagai kategori berikut:
1. Ukuran Subyektif
Dalam pendekatan subyektif untuk menguukur kelas sosial, para
individu diminta untuk menaksir kedudukan kelas sosial mereka
masing-masing. Klasifikasi keanggotaan kelas sosial yang dihasilkan
didasarkan pada persepsi partisipan terhadap dirinya.
2. Ukuran Reputasi
Pendekatan reputasi untuk mengukur kelas sosial memerlukan informan
mengnai masyarakat yang dipilih untuk membuat pertimbangan awal mengenai
keanggotaan kelas sosial orang lain dalam masyarakat.
3. Ukuran Obyektif
Berbeda dari metode subjektif dan reputasi, yang mengharuskan orang
memimpikan kedudukan kelas mereka sendiri atau kedudukan para
anggotanya.
Minggu, 06 Januari 2013
Pentingnya membedakan Keinginan dengan Kebutuhan
Manusia terlahir dengan banyak keinginan. Ingin memiliki rumah besar,
mobil bagus, handphone paling mutakhir, baju baru, jam mewah dan
berbagai hal lainnya. Sebagian kecil dari keinginan tersebut adalah
kebutuhan, tapi sebagian besarnya biasanya tidak. Dalam posting ini,
saya ingin membedakan antara keinginan dan kebutuhan terkait dengan
perencanaan keuangan keluarga.
Kebutuhan adalah fungsi dasar atas sesuatu yang secara esensial diperlukan: makan untuk memenuhi nutrisi, tempat tinggal untuk istirahat, transportasi untuk bekerja, pendidikan untuk masa depan anak dan lain-lain.
Sedangkan keinginan adalah semua fungsi tambahan yang jika tidak ada sebenarnya tidak mengganggu hidup Anda akan tetapi Anda mengharapkan untuk bisa mendapatkan fungsi tambahan tersebut. Makanan yang mahal, rumah yang besar dan mewah, mobil baru dan mengkilat, dan seterusnya. Keinginan seringkali merupakan perwujudan untuk menegaskan status sosial seseorang sekaligus membuktikan kepada orang lain bahwa dia mampu memilikinya.
Sebagai contoh, ada keluarga yang rela mengambil kredit untuk membeli sebuah TV LCD baru berharga di atas 10 juta rupiah. Padahal sebelumnya keluarga tersebut masih memiliki TV yang cukup baik dan besar meskipun sudah berumur beberapa tahun. Dengan pembelian TV baru tadi mau tidak mau mengganggu pengeluaran rutin keluarga tersebut sampai-sampai uang sekolah anak harus menunggak karena tagihan kredit yang jatuh tempo.
Contoh lain adalah seorang eksekutif muda yang menyukai teknologi. Sekitar 6 bulan lalu dia telah membeli Smartphone berharga 4 jutaan. Dengan maraknya pengguna Blackberry belakangan ini, sang eksekutif muda pun tergoda dan menghabiskan lebih dari setengah gaji bulanannya untuk memenuhi keinginan tersebut. Dengan mainan baru tersebut, dia bisa chatting kapan saja, melakukan update statusnya di situs Facebook, sampai menerima email secara instan. Dengan pembelian Blackberry tersebut, sang eksekutif muda kesulitan untuk membiayai pengeluarannya pada bulan berjalan termasuk membantu membayarkan uang kuliah adiknya yang selama ini dia lakukan.
Dari kedua contoh di atas kita akan melihat apa yang sebenarnya menjadi kebutuhan dan apa yang merupakan keinginan belaka.
Pada contoh pertama yakni pembelian TV LCD, keluarga tersebut membutuhkan TV untuk menonton berita sekaligus hiburan keluarga. Kebutuhan tersebut sebenarnya terpenuhi karena TV lama yang dimiliki berukuran cukup besar yakni 29 inch dan seluruh anggota keluarga cukup puas menggunakannya. Akan tetapi muncul keinginan untuk mengganti dengan LCD TV agar ruang keluarga terlihat lebih elegan dan mewah. Meskipun sebenarnya lebar layar yang ditawarkan tidak jauh berbeda dari TV yang lama. Layar LCD memang terlihat lebih menarik, namun sebenarnya secara total tidak memberi perbedaan signifikan bagi keluarga tersebut.
Pada contoh yang pertama ini, keluarga tersebut telah mengorbankan kepentingan dan kebutuhan yang lebih utama yakni pendidikan anak. Dengan pembelian tersebut, mereka harus membayar cicilan yang lumayan setiap bulannya sehingga sedikit mengganggu pengeluaran rutin bulanan termasuk membayar uang sekolah anak yang juga cukup mahal. Keluarga ini telah mengubah keinginan menjadi kebutuhan dan sebaliknya kebutuhan digeser pada urutan yang lebih bawah.
Sekarang kita lihat contoh kedua. Eksekutif muda yang satu ini sebenarnya sudah cukup puas dengan Smartphone-nya. Meskipun tidak secanggih Blackberry, namun device yang lama juga memiliki kemampuan untuk akses internet. Adapun email memang tidak bisa diakses instan namun masih bisa disinkronkan dari komputer sehingga bisa dibaca dalam perjalanan.
Pada contoh kedua, yang menjadi kebutuhan adalah alat komunikasi, terutama suara dan sms. Kebutuhan internet sebenarnya sudah lebih dari cukup terpenuhi dari komputer yang ada. Namun keinginan akan alat yang baru karena banyak orang memakainya membuat gengsi sang eksekutif muda terpancing. Dia pun mengorbankan kebutuhan lain yang lebih penting demi menyalurkan hasrat menginginkan sesuatu.
Jika kita berhenti sejenak dan berpikir, maka Anda bisa mempertimbangkan keputusan pembelian dengan lebih jernih. Anda akan berpikir bahwa di rumah masih ada 3 tas bagus yang jarang dipakai. Tas yang baru dilihat inipun mungkin hanya akan terpakai beberapa kali. Kalau dibeli, harganya cukup mahal sementara kegunaannya terbatas. Untuk memenuhi gengsi mungkin terlihat diperlukan tapi secara fungsi sebenarnya tidak ada yang berbeda.
Lantas, apakah setiap keinginan selalu tidak baik dan tidak boleh dipenuhi? Jawabannya adalah tergantung kondisi dan kemampuan Anda saat itu. Jika Anda memiliki banyak uang, membeli barang yang mahal dan memiliki prestise tentu sah-sah saja asalkan bukan dengan niat menyombongkan diri. Sebaliknya jika penghasilan Anda masih terbatas tapi memaksakan, maka di sinilah letak permasalahannya. Orang yang memiliki uang banyak sekalipun bukan berarti bisa memenuhi apa yang diinginkannya. Prinsip utama adalah pengendalian diri, pengendalian keinginan, dan menilai secara bijak apa yang perlu dipenuhi dan apa yang tidak. Dengan demikian Anda menjadi pengambil keputusan yang bijaksana.
Mengenali Perbedaan Antara Keinginan dan Kebutuhan
Apa yang Anda inginkan tidak selalu Anda butuhkan. Perbedaan antara keinginan (wants) dan kebutuhan (needs) penting untuk dikenali agar kita tidak jatuh ke dalam hidup konsumtif dan suka membeli sesuatu tanpa rencana (impulse buying). Dalam kehidupan modern ini, seringkali batas antara keinginan dan kebutuhan menjadi kabur. Berbagai iklan, informasi, rekomendasi dan lain-lain mengubah cara pandang akan sesuatu. Hal yang tadinya dianggap keinginan mewah, perlahan berubah menjadi keinginan yang wajar sampai akhirnya berubah menjadi sebuah kebutuhan.Ketika ini terjadi, tak jarang kebutuhan yang lebih utama dan penting malah mendapat prioritas belakangan.Kebutuhan adalah fungsi dasar atas sesuatu yang secara esensial diperlukan: makan untuk memenuhi nutrisi, tempat tinggal untuk istirahat, transportasi untuk bekerja, pendidikan untuk masa depan anak dan lain-lain.
Sedangkan keinginan adalah semua fungsi tambahan yang jika tidak ada sebenarnya tidak mengganggu hidup Anda akan tetapi Anda mengharapkan untuk bisa mendapatkan fungsi tambahan tersebut. Makanan yang mahal, rumah yang besar dan mewah, mobil baru dan mengkilat, dan seterusnya. Keinginan seringkali merupakan perwujudan untuk menegaskan status sosial seseorang sekaligus membuktikan kepada orang lain bahwa dia mampu memilikinya.
Keinginan yang Mengalahkan Kebutuhan
Apakah sebuah keinginan tidak boleh dipenuhi? Menurut pendapat saya boleh-boleh saja asalkan semua kebutuhan yang penting telah mendapat perhatian. Jangan sampai sebuah keinginan yang remeh temeh menggeser kebutuhan yang lebih penting dan esensial.Sebagai contoh, ada keluarga yang rela mengambil kredit untuk membeli sebuah TV LCD baru berharga di atas 10 juta rupiah. Padahal sebelumnya keluarga tersebut masih memiliki TV yang cukup baik dan besar meskipun sudah berumur beberapa tahun. Dengan pembelian TV baru tadi mau tidak mau mengganggu pengeluaran rutin keluarga tersebut sampai-sampai uang sekolah anak harus menunggak karena tagihan kredit yang jatuh tempo.
Contoh lain adalah seorang eksekutif muda yang menyukai teknologi. Sekitar 6 bulan lalu dia telah membeli Smartphone berharga 4 jutaan. Dengan maraknya pengguna Blackberry belakangan ini, sang eksekutif muda pun tergoda dan menghabiskan lebih dari setengah gaji bulanannya untuk memenuhi keinginan tersebut. Dengan mainan baru tersebut, dia bisa chatting kapan saja, melakukan update statusnya di situs Facebook, sampai menerima email secara instan. Dengan pembelian Blackberry tersebut, sang eksekutif muda kesulitan untuk membiayai pengeluarannya pada bulan berjalan termasuk membantu membayarkan uang kuliah adiknya yang selama ini dia lakukan.
Dari kedua contoh di atas kita akan melihat apa yang sebenarnya menjadi kebutuhan dan apa yang merupakan keinginan belaka.
Pada contoh pertama yakni pembelian TV LCD, keluarga tersebut membutuhkan TV untuk menonton berita sekaligus hiburan keluarga. Kebutuhan tersebut sebenarnya terpenuhi karena TV lama yang dimiliki berukuran cukup besar yakni 29 inch dan seluruh anggota keluarga cukup puas menggunakannya. Akan tetapi muncul keinginan untuk mengganti dengan LCD TV agar ruang keluarga terlihat lebih elegan dan mewah. Meskipun sebenarnya lebar layar yang ditawarkan tidak jauh berbeda dari TV yang lama. Layar LCD memang terlihat lebih menarik, namun sebenarnya secara total tidak memberi perbedaan signifikan bagi keluarga tersebut.
Pada contoh yang pertama ini, keluarga tersebut telah mengorbankan kepentingan dan kebutuhan yang lebih utama yakni pendidikan anak. Dengan pembelian tersebut, mereka harus membayar cicilan yang lumayan setiap bulannya sehingga sedikit mengganggu pengeluaran rutin bulanan termasuk membayar uang sekolah anak yang juga cukup mahal. Keluarga ini telah mengubah keinginan menjadi kebutuhan dan sebaliknya kebutuhan digeser pada urutan yang lebih bawah.
Sekarang kita lihat contoh kedua. Eksekutif muda yang satu ini sebenarnya sudah cukup puas dengan Smartphone-nya. Meskipun tidak secanggih Blackberry, namun device yang lama juga memiliki kemampuan untuk akses internet. Adapun email memang tidak bisa diakses instan namun masih bisa disinkronkan dari komputer sehingga bisa dibaca dalam perjalanan.
Pada contoh kedua, yang menjadi kebutuhan adalah alat komunikasi, terutama suara dan sms. Kebutuhan internet sebenarnya sudah lebih dari cukup terpenuhi dari komputer yang ada. Namun keinginan akan alat yang baru karena banyak orang memakainya membuat gengsi sang eksekutif muda terpancing. Dia pun mengorbankan kebutuhan lain yang lebih penting demi menyalurkan hasrat menginginkan sesuatu.
Mengelola Keinginan
Ketika seseorang menginginkan sesuatu, seringkali aspek emosional lebih mendominasi daripada aspek rasional. Bayangkan ketika Anda berjalan-jalan ke mall kemudian melihat tas yang bagus. Anda sangat ingin memilikinya karena tas tersebut akan match dengan gaya Anda sekaligus dapat ditunjukkan kepada rekan-rekan waktu pertemuan bersama minggu depan. Aspek emosional yang muncul adalah hasrat kuat untuk memiliki sehingga seolah-olah menjadi kebutuhan.Jika kita berhenti sejenak dan berpikir, maka Anda bisa mempertimbangkan keputusan pembelian dengan lebih jernih. Anda akan berpikir bahwa di rumah masih ada 3 tas bagus yang jarang dipakai. Tas yang baru dilihat inipun mungkin hanya akan terpakai beberapa kali. Kalau dibeli, harganya cukup mahal sementara kegunaannya terbatas. Untuk memenuhi gengsi mungkin terlihat diperlukan tapi secara fungsi sebenarnya tidak ada yang berbeda.
Lantas, apakah setiap keinginan selalu tidak baik dan tidak boleh dipenuhi? Jawabannya adalah tergantung kondisi dan kemampuan Anda saat itu. Jika Anda memiliki banyak uang, membeli barang yang mahal dan memiliki prestise tentu sah-sah saja asalkan bukan dengan niat menyombongkan diri. Sebaliknya jika penghasilan Anda masih terbatas tapi memaksakan, maka di sinilah letak permasalahannya. Orang yang memiliki uang banyak sekalipun bukan berarti bisa memenuhi apa yang diinginkannya. Prinsip utama adalah pengendalian diri, pengendalian keinginan, dan menilai secara bijak apa yang perlu dipenuhi dan apa yang tidak. Dengan demikian Anda menjadi pengambil keputusan yang bijaksana.
Tips Mengelola Keinginan dan Kebutuhan
Berikut adalah tips sederhana yang dapat Anda pakai untuk mengelola segala keinginan dan kebutuhan dengan lebih baik:- Susun segala kebutuhan Anda
- Prioritaskan kebutuhan tersebut dan pastikan terpenuhi lebih dahulu
- Tentukan beberapa hal yang menjadi keinginan Anda
- Tanyakan kepada diri Anda seberapa besar Anda membutuhkan dan mengharapkan keinginan-keinginan tadi dan buat skala prioritas
- Jika Anda memiliki kelebihan dana, silakan lihat daftar keinginan yang mungkin dipenuhi setelah memastikan kebutuhan penting telah terpenuhi. Tanyakan pula pada diri Anda apakah kelebihan dana tersebut pantas digunakan untuk memenuhi keinginan atau ada tempat lain yang lebih membutuhkan dan lebih berhak atas kelebihan tersebut.
- Jika Anda tidak memiliki kelebihan dana, hindari melihat benda-benda yang bisa menciptakan munculnya keinginan karena akan menjadi obsesi.
- Jika Anda terlanjur tertarik dan memiliki keinginan untuk membeli sesuatu, hindari untuk membeli langsung pada saat itu. Netralkan emosi dan perasaan Anda dan biarkan aspek rasional Anda mengimbangi. Nanti setelah pertimbangan Anda sudah lebih wajar dan adil, Anda dapat memutuskan apakah barang yang menarik hati tadi perlu untuk dibeli atau tidak.
PROBLEMATIKA KEPRIBADIAN DAN GAYA HIDUP REMAJA DI ERA GLOBALISASI
Akhir-akhir ini banyak sekali berbagai
penyimpangan moral yang terjadi di kalangan masyarakat Indonesia.
Contohnya seperti tawuran antar pelajar, perkelahian antar genk,
perilaku seks bebas & narkoba , dan gaya hidup tidak beraturan. Di
kalangan pejabat, korupsi masih merupakan persoalan yang sangat
mengerikan di Indonesia. Masyarakat secara umum pada akhirnya kehilangan
rujukan keteladanan, sehingga krisis moral semakin meluas.
Pertama
saya akan membahas tentang perkelahian antar genk. Di kalangan generasi
muda, mucul fenomena genk. Hampir semua SMA di Jakarta memiliki genk.
Alasan mendirikan genk tersebut pada intinya sama yaitu membentuk
solidaritas untuk tawuran dengan sekolah lain. Misalnya di kalangan
sebuah siswa SMA di Bawean terdapat genk sekolah yang sudah tradisi
terbentuk setiap angkatan. Anggotanya adalah mayoritas angkatan itu.
Contohnya adalah genk “Neko-neko Dikeroyok” (NERO) adalah salah satu
genk remaja putri di Jawa Tengah yang cukup populer. Anggota genk Nero
sering melakukan penganiayaan terhadap remaja putri SMP dengan alasan
mereka tidak suka kalau ada perempuan lain yang melebihi apa yang mereka
miliki, misalnya terkait pakaian, gaya rambut atau penampilan lainnya.
Parahnya, penganiayaan tersebut mereka rekam melalui video HP kemudian
mereka sebarkan.
Yang
kedua saya akan membahas tentang gaya hidup tidak beraturan. Gaya hidup
masyarakat di Indonesia sangat memperhatikan. Hal ini disebabkan oleh
pola pikir masyarakat kota besar yang menghendaki kehidupan yang
sebebas-bebasnya sehingga budaya-budaya asing yang tidak sesuai dengan
kebudayaan kita mudah masuk dan berkembang dengan cepat Norma-norma
kesusilaan dan kesopanan sudah tidak menjadi tolok ukur kepribadian
masing-masing.
Dan
yang ketiga saya akan membahas tentang narkoba dan seks bebas.
Berbicara mengenai moral dan mental generasi muda pasti tidak lepas dari
lingkungan yang menjadi tempat bagi mereka bersosialisasi. Dampak
negatif yang langsung berkaitan dengan generasi muda yang sangat
berbahaya, yaitu narkoba dan seks bebas. Narkoba mudah masuk pada
generasi muda karena generasi muda sekarang susah diatur dan jiwa labil.
Mereka cenderung dibuat-buat dengan alasan mengikuti tren yang ada.
Bahayanya justru tren yang mereka ikuti itu merupakan tren yang banyak
mengarah pada pemakaian narkoba. Penyebabnya, mereka seolah-olah
memiliki banyak masalah dan akhirnya lari pada narkoba, yang sebetulnya
mereka sendiri yang secara sadar maupun tidak sadar menciptakan masalah
itu sendiri.
Hal
yang tidak lepas dari kehidupan narkoba, yaitu seks bebas.
Contoh-contoh yang menyebabkan hal berikut adalah sebagai berikut :
1. Media cetak pada era sekarang ini mempertontonkan hal-hal yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada di masyarakat.
2. Komik yang banyak dibaca anak-anak sudah dimasukin unsur-unsur pornografi.
3. lkIan di media elektronik mengandung unsur pornografi untuk menarik perhatian konsumen.
4. Maraknya peredaran VCD
5. Penyalahgunaan internet oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab
6. Dan masih banyak lagi.
Penanggulangan dari masalah ini adalah :
1. Generasi itu sendiri dengan meningkatkan keimanan dan ketakwaan
2. Orangtua agar lebih fokus memperhatikan anak-anaknya agar memiliki mental yang baik.
3. Aparat keamanan sebaiknya bisa menindak oknum-oknum yang berkaitan dengan masalah tersebut.
4. Meningkatkan kualitas pendidikan terutama di sekolah
SUMBER: http://cahyadi-takariawan.web.id/?p=1020
SUMBER: http://cahyadi-takariawan.web.id/?p=1020
Budaya Konsumtif , Manusia sebagai Konsumen Sejati. Benarkah ?
Budaya urban kini telah melekat erat pada kehidupan di kota-kota besar
di Indonesia. Gaya kehidupan yang sebelumnya tidak disebut sebagai
budaya, namun telah merambah ke semua kalangan masyarakat yang tengah
menjalani kehidupan di kota. Kota tak lagi berbudaya nenek moyang kita.
Adat-istiadat seperti tata karma yang dulu dijaga oleh generasi
pendahulu kian hari luntur oleh budaya-budaya baru yang memengaruhi
kehidupan sehari-hari. Identitas sebagai masyarakat yang berbudaya
bangsa Indonesia tidak lagi terjaga.
Salah satu yang melekat pada budaya urban di kota adalah budaya konsumtif. Budaya konsumtif seakan tidak dapat lagi dihindari pada zaman yang serba modern dan canggih akan teknologi ini. Semua orang membutuhkan sesuatu lebih cepat dan mudah didapat. Yang mana, saat ini hal tersebut diistilahkan sebagai masyarakat pragmatis. Segalanya ingin lebih cepat dan mudah didapat ataupun dalam pengerjaannya. Yang lebih parah lagi, pada era ini manusia sudah seperti robot yang dikendalikan oleh teknologi.
Kali ini tidak akan jauh dari pembahasan budaya konsumtif yang melanda masyarakat sosial di dunia, terutama pada masyarakat urban. Budaya konsumtif yang dimaksud adalah manusia sebagai pelaku konsumsi terhadap suatu produk atau jasa yang memang dikemas sedemikian rupa oleh produsen untuk menarik minat konsumen. Dalam hal ini, konsumen menggunakan produk atau jasa tidak hanya sebagai pemenuhan kebutuhan, namun juga karena keinginan semata yang belum tentu berguna nantinya.
Pada era industri, yang mana pada saat ini banyak orang yang ingin membuka lapangan usaha atau bahasa ilmiahnya sebagai entrepreuner, semakin membuat suatu fakta bahwa pada kenyataannya manusia ini adalah konsumen yang sejati. Tidak hanya pada kenyataan alam, manusia sebagai konsumen dari makhluk-makhluk ciptaan Tuhan yang lain, di mana tumbuhan sebagai produsen utama, karena mampu mengolah makanan sendiri, kini manusia juga sebagai konsumen pada siklus kehidupan yang dibuat oleh pasar industri.
Untuk menguatkan pernyataan tersebut, mari kita tengok fakta yang terjadi pada lingkungan sekitar kita.
Terdapatnya mall-mall sebagai pusat pembelanjaan di kehidupan kota, yang mana tiap harinya lebih dari seribu orang yang mengunjungi mall sebagai pelepas keinginan, entah ingin berbelanja, sekedar nonton film di bioskop, jalan-jalan, duduk-duduk dengan mengerjakan tugas, atau makan-makan saja. Hal ini semakin membuat fakta, bahwa mall sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat urban, yang mana sebelumnya hanya sebagai hiburan saja. Tapi kali ini, mall yang ada di Surabaya saja, yang entah berapa jumlahnya, tak pernah juga sepi akan pengunjung.
Fenomena yang tak kalah penting adalah semakin banyak industri jasa yang menawarkan kemudahan dalam melakukan aktivitas rumah tangga. Misalnya, semakin banyaknya jasa laundry yang kini tengah melanda masyarakat di kota. Contoh lain, jasa penitipan anak bagi ibu yang berkarir di luar rumah.
Fenomena lain terjadi di kampus penulis, di kantin fakultas yang selama ini menjadi tempat favorit sebagai penikmat kuliner. Saat ini kurang lebih ada 19 pedagang yang berjualan di sebuah fakultas yang tidak terlalu besar, daya beli pun juga tinggi, tidak hanya dari fakultas tersebut, tapi juga dari fakultas lain. Padahal. di tiap fakultas telah difasilitasi kantin sendiri. Lebih dari seribu mahasiswa dan masyarakat kampus yang berkunjung di kantin tersebut. Karena semakin bervariasi makanan, semakin membuat pembeli tertarik.
Saat ini budaya konsumtif tidak hanya melanda pada masyarakat menengah ke atas, namun juga pada kalangan masyarakat menengah ke bawah. Karena indutri telah mendesain produk biasa atau mengimitasi dari produk-produk yang bermerk. Misalnya, pada HP Blackberry yang diketahui merupakan HP canggih dengan fitur lengkap dan harga tinggi, kini telah beredar banyak imitasi serupa HP Blackberry yang didesain oleh pengusaha dari China dengan harga yang miring dari harga Blackberry aslinya. Dan luar biasa, meski tiruan, penjualan produk tersebut sangat laris di pasaran.
Hal lain yang perlu kita koreksi pada diri sendiri, apakah kita membeli produk berdasarkan kebutuhan, ataukah hanya keinginan untuk membeli, atau kita hanya membeli merk yang ditawarkan suatu produk?
Fenomena-fenomena di atas tidak bisa lepas dari kehidupan di kota. Karena semakin meningkatnya kebutuhan, semakin meningkat pula produk yang ditawarkan. Sebagai konsumen yang baik, ukurlah suatu produk berdasarkan nilai kebutuhan, kegunaan, dan estetikanya. Jangan hanya membeli karena keinginan, gaya hidup
semata.
sumber:
http://pesma.sdm-iptek.org/berita/news_detail.php?id=30
Salah satu yang melekat pada budaya urban di kota adalah budaya konsumtif. Budaya konsumtif seakan tidak dapat lagi dihindari pada zaman yang serba modern dan canggih akan teknologi ini. Semua orang membutuhkan sesuatu lebih cepat dan mudah didapat. Yang mana, saat ini hal tersebut diistilahkan sebagai masyarakat pragmatis. Segalanya ingin lebih cepat dan mudah didapat ataupun dalam pengerjaannya. Yang lebih parah lagi, pada era ini manusia sudah seperti robot yang dikendalikan oleh teknologi.
Kali ini tidak akan jauh dari pembahasan budaya konsumtif yang melanda masyarakat sosial di dunia, terutama pada masyarakat urban. Budaya konsumtif yang dimaksud adalah manusia sebagai pelaku konsumsi terhadap suatu produk atau jasa yang memang dikemas sedemikian rupa oleh produsen untuk menarik minat konsumen. Dalam hal ini, konsumen menggunakan produk atau jasa tidak hanya sebagai pemenuhan kebutuhan, namun juga karena keinginan semata yang belum tentu berguna nantinya.
Pada era industri, yang mana pada saat ini banyak orang yang ingin membuka lapangan usaha atau bahasa ilmiahnya sebagai entrepreuner, semakin membuat suatu fakta bahwa pada kenyataannya manusia ini adalah konsumen yang sejati. Tidak hanya pada kenyataan alam, manusia sebagai konsumen dari makhluk-makhluk ciptaan Tuhan yang lain, di mana tumbuhan sebagai produsen utama, karena mampu mengolah makanan sendiri, kini manusia juga sebagai konsumen pada siklus kehidupan yang dibuat oleh pasar industri.
Untuk menguatkan pernyataan tersebut, mari kita tengok fakta yang terjadi pada lingkungan sekitar kita.
Terdapatnya mall-mall sebagai pusat pembelanjaan di kehidupan kota, yang mana tiap harinya lebih dari seribu orang yang mengunjungi mall sebagai pelepas keinginan, entah ingin berbelanja, sekedar nonton film di bioskop, jalan-jalan, duduk-duduk dengan mengerjakan tugas, atau makan-makan saja. Hal ini semakin membuat fakta, bahwa mall sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat urban, yang mana sebelumnya hanya sebagai hiburan saja. Tapi kali ini, mall yang ada di Surabaya saja, yang entah berapa jumlahnya, tak pernah juga sepi akan pengunjung.
Fenomena yang tak kalah penting adalah semakin banyak industri jasa yang menawarkan kemudahan dalam melakukan aktivitas rumah tangga. Misalnya, semakin banyaknya jasa laundry yang kini tengah melanda masyarakat di kota. Contoh lain, jasa penitipan anak bagi ibu yang berkarir di luar rumah.
Fenomena lain terjadi di kampus penulis, di kantin fakultas yang selama ini menjadi tempat favorit sebagai penikmat kuliner. Saat ini kurang lebih ada 19 pedagang yang berjualan di sebuah fakultas yang tidak terlalu besar, daya beli pun juga tinggi, tidak hanya dari fakultas tersebut, tapi juga dari fakultas lain. Padahal. di tiap fakultas telah difasilitasi kantin sendiri. Lebih dari seribu mahasiswa dan masyarakat kampus yang berkunjung di kantin tersebut. Karena semakin bervariasi makanan, semakin membuat pembeli tertarik.
Saat ini budaya konsumtif tidak hanya melanda pada masyarakat menengah ke atas, namun juga pada kalangan masyarakat menengah ke bawah. Karena indutri telah mendesain produk biasa atau mengimitasi dari produk-produk yang bermerk. Misalnya, pada HP Blackberry yang diketahui merupakan HP canggih dengan fitur lengkap dan harga tinggi, kini telah beredar banyak imitasi serupa HP Blackberry yang didesain oleh pengusaha dari China dengan harga yang miring dari harga Blackberry aslinya. Dan luar biasa, meski tiruan, penjualan produk tersebut sangat laris di pasaran.
Hal lain yang perlu kita koreksi pada diri sendiri, apakah kita membeli produk berdasarkan kebutuhan, ataukah hanya keinginan untuk membeli, atau kita hanya membeli merk yang ditawarkan suatu produk?
Fenomena-fenomena di atas tidak bisa lepas dari kehidupan di kota. Karena semakin meningkatnya kebutuhan, semakin meningkat pula produk yang ditawarkan. Sebagai konsumen yang baik, ukurlah suatu produk berdasarkan nilai kebutuhan, kegunaan, dan estetikanya. Jangan hanya membeli karena keinginan, gaya hidup
semata.
sumber:
http://pesma.sdm-iptek.org/berita/news_detail.php?id=30
PENGARUH KELUARGA DAN RUMAH TANGGA DALAM PERILAKU KONSUMEN
Keluarga
merupakan suatu kelompok terkecil yang terdiri dari dua, atau lebih orang yang
berhubungan darah dan tinggal pada satu tempat yang sama. Sedangkan rumah
tangga merupakan semua orang, baik yang berkerabat maupun yang tidak dan
menempati satu unit perumahan.
Tidak dapat
dipungkiri, kalau keberadaan keluarga dan rumah tangga mempunyai pengaruh yang
besar terhadap perilaku konsumen. Kebiasaan yang dilakukan, kepribadian, gaya
hidup yang terbentuk dalam lingkungan keluarga dan rumah tangga, membuat terbentuknya
suatu perilaku. Ada keadaan keluarga atau rumah tangga yang dengan mudah apa
yang menjadi kebutuhannya dan didapatkan, tetapi ada juga yang membutuhkannya
tetapi tidak diimbangi dengan daya kemampuan, yang membuatnya lebih
memperjuangkan atau memprioritaskan apa yang menjadi kebutuhan terpentingnya
saat itu.
Rumah tangga
menjadi unit analisis yang lebih penting bagi pemasar karena pertumbuhan yang
pesat di dalam keluarga tradisional dan rumah tangga nonkeluarga. Di antara
rumah tangga nonkeluarga, mayoritas besar terdiri dari orang-orang yang hidup
sendiri. Oleh sebab itu, para pemasar tidak hanya berpikir tentang
keluarga, kategori rumah tangga yang terbesar, tetapi juga rumah tangga
nonkeluarga, yang berkembang lebih cepat.
Variabel
yang mempengaruhi pembelian dalam keluarga atau rumah tangga yaitu usia kepala
rumah tangga atau keluarga, status perkawianan, kehadiran anak dan status
pekerjaan.
Pengaruh
keluarga dan rumah tangga terhadap perilaku konsumen tidak kalah pentingnya
diperhatikan disamping pengaruh individu. Keluarga sama seperti perusahaan,
keluarga merupakan organisasi yang terbentuk guna mencapai fungsi yang lebih
efektif dibandingkan individu yang hidup sendiri. Walaupun analisis konsumen
mungkin tidak mempunyai pendapat mengenai apakah keluarga harus mempunyai anak
atau tidak. Konsekuensi ekonomi dengan hadirnya anak menciptakan struktur
permintaan akan pakaian, makanan, perabotan rumah, perawatan kesehatan, pendidikan
dan produk lain. Anak di dalam keluarga dapat menyebabkan menurunnya permintaan
akan produk lain, seperti perjalanan, restoran, pakaian orang dewasa dan
lainnya.
Dalam
hal sosiologis juga, pemasar melakukan suatu analisis. Bagaimana keluarga
mengambil keputusan dapat dimengerti dengan lebih baik dengan mempertimbangkan
dimensi sosiologis seperti kohesi, kemampuan beradaptasi dan komunikasi. Kohesi
itu sendiri adalah ukuran seberapa dekat dan terkait yang dirasakan antara para
anggota keluarga tersebut dari segi emosional. Kemampuan beradaptasi
dimaksudkan mengenai seberapa baik keluarga dapat memenuhi tantangan yang
disajikan dengan kebutuhan yang berubah, dan keterampilan berkomunikasi yang
positif memungkinkan keluarga untuk berbagi satu sama lain kebutuhan dna
preferensi mereka yang berubah sebagaimana berhubungan dnegan kohesi dan
kemampuan beradaptasi.
Keluarga
merupakan suatu pusat pembelian yang merefleksikan kegiatan dan pengaruh
individu yang membentuk keluarga bersangkutan. Individu membeli produk untuk
dipakai sendiri dan untuk dipakai oleh anggota keluarga yang lain.
Sumber:
PENGARUH INDIVIDU
Pengaruh
Individu adalah tenaga pendorong dalam diri individu yang memaksa
mereka untuk bertindak . tenaga pendorong tersebut dihasilkan oleh
keadaan tertekan, yang timbul sebagai akibat kebutuhan yang tidak
terpenuhi. Individu secara sadar maupun tanpa sadar berjuang mengurangi
melalui prilaku yang mereka harapankan akan memenuhi kebutuhan mereka
dan demikian akan membebaskan mereka dari tekanan yang mereka rasakan.
Kebutuhan
Setiap
orang mempunyai berbagai kebutuhan : beberapa darinya adalah kebutuhan
sejak lahir yang lain adalah yang diperoleh kemudian. Kebutuhan dasar
bersifat fisiologis meliputi kebutuhan makan, minum, air, udara,
pakaian semua itu dibutuhkan untuk meneruskan kehidupan biologis.
Kebutuhan perolehan adalah
kebutuhan yang kita pelajari sebagai jawaban terhadap kebudayaan atau
lingkungan kita. Ini dapat mencakup kebutuhan untuk memperoleh
penghargaan diri, martabat, kasing saying, kekuasaan karena kebutuhan
perolehan biasanya bersifat psikologis.
Sasaran
Sasaran dalah hasil yang diinginkan dari prilaku yang didorong oleh pengaruh individu, semua perilaku berorentasi pada sasaran.
Sasaran umum- yaitu, kelas atau
kategori sasaran umum yang dipandang konsumen sebagai cara untuk
memenuhi kebutuhan mereka. Jika seseorang mengatakan kepada orangtua nya
bahwa ia ingin memperoleh gelar sarjana, ia sudah menyatakan sasaran
umum.
Pengaruh Positif Dan Negatif
Arah
pengaruh dapat positif atau negative. Kita dapat mersakan adanya
tenaga pendorong kea rah atau menjauhi/ menghindar obyek atau keadaan
tertentu. Sebagai contoh seseorang mungkin terdorong pergi ke restoran
tertentu karena kebutuhan akan lapar, dan meninggalkan alat angkutan
sepeda motor untuk memenuhi kebutuhan keselamatan.
Sasaran
juga dapat positif atau negative. Sasaran positif adalah sasaran yang
menjadi arah bagi perilaku: jadi sasaran sering disebut obyek yang
didekati. Sasaran negatif adalah sasaran yang dihindario oleh perilaku,
dan disebut obyek yang dijauhi.
Motif Rasional Versus Emosional
Beberapa
pakar perilaku konsumen membedakan antara apa yang dinamakan Motif
Rasional dan Motif Emosional. Mereka menggunakan istilah rasionalitas
dalam pengertian ekonomi tradisional, yang menganggap bahwa para
konsumen berprilaku rasional jika mereka secara teliti mempertimbangkan
semua alternative dan memilih alternative yang memberikan kegunaan yang
terbesar kepada mereka.
Asumsi
yang mendasari perbedaan ini adalah bahwa criteria subyektif atau
emosional tidak memaksimumkan kegunaan atau kepuasaan. Tetapi, masuk
akal jika diasumsikan bahwa para konsumen selalu berusaha memilih
berbagai alternative yang, menurut pandangan mereka, membantu
memaksimumkan kepuasan. Jelas, penilaian kepuasan merupakan proses yang
sangat pribadi, yang didasarkan pada struktur kebutuhan orang itu
sendiri, maupun pada pengalaman perilaku dan social diwaktu yang lalu.
Kebutuhan dan sasaran berbeda-beda Antar-Individu
Orang
tidak dapat menyimpulkan dengan tepat berbagai motif dari perilaku.
Orang – orang yang mempunyai kebutuhan yang berbeda mungkin mengusahakan
pemenuhan dengan cara memilih sasaran yang sama : orang – orang dengan
sasaran yang sama mungkin mencari pemenuhan melalui sasaran yang
berbeda .
Demikian
pula, kelima orang itu mungkin didorong oleh kebutuhan yang sama
(misalnya, Kebutuhan ego) untuk mengusahakan pemenuhan dengan berbagai
cara. Yang pertama mungkin untuk mencari kemajuan dan pengakuan melalui
karier professional : yang kedua mungkin aktif dalam organisasi
politik: yang ketiga mungkin ikut dalam pertandingan marathon boston:
yang keempat mungkin mengambil pelajaran dansa professional: dan yang
kelima mungkin mencari perhatian dengan memonopoli diskusi di kelas.
Sumber : WWW. Prenhall.com/schiffman
Perilaku Konsumen Edisi ketujuh Leon Schiffma
Pengaruh Situasi
PENGARUH SITUASI KONSUMEN
Pengaruh
Situasi dapat dipandang sebagai pengaruh yang timbul dari faktor yang
khusus untuk waktu dan tempat yang spesifik yang lepas dari
karakteristik konsumen dan karakteristik obyek (Engel, et.al ,1994) .
Situasi Konsumen adalan faktor lingkungan sementara yang menyebabkan
suatu situasi dimana perilaku konsumen muncul pada waktu tertentu dan
tempat tertentu ( Mowen dan Minor 1998)
Pengaruh
situasi dapat dipandang sebagai pengaruh yang timbul dari faktor yang
khusus untuk waktu dan tempat yang spesifik yang lepas dari
karakteristik konsumen dan karakteristik obyek. Situasi konsumen adalah
faktor lingkungan sementara yang menyebabkan suatu situasi dimana
perilaku konsumen muncul pada waktu tertentu dan tempat tertentu.
A. Jenis-jenis situasi konsumen
1. SITUASI KOMUNIKASI
Situasi Komunikasi adalah suasana atau lingkungan dimana konsumen memperoleh informasi atau melakukan komunikasi
Konsumen mungkin memperoleh informasi melalui :
1) Komunikasi Lisan dengan teman, kerabat, tenaga penjual, atau wiraniaga
2 )Komunikasi non pribadi, seperti iklan TV, radio, internet, koran, majalah,
poster, billboard, brosur, leaflet dsb
3) Informasi diperoleh langsung dari toko melalui promos penjualan, pengumuman di rak dan di depan took
1. SITUASI KOMUNIKASI
Situasi Komunikasi adalah suasana atau lingkungan dimana konsumen memperoleh informasi atau melakukan komunikasi
Konsumen mungkin memperoleh informasi melalui :
1) Komunikasi Lisan dengan teman, kerabat, tenaga penjual, atau wiraniaga
2 )Komunikasi non pribadi, seperti iklan TV, radio, internet, koran, majalah,
poster, billboard, brosur, leaflet dsb
3) Informasi diperoleh langsung dari toko melalui promos penjualan, pengumuman di rak dan di depan took
2. SITUASI PEMBELIAN
Situasi Pembelian adalah lingkungan atau suasana yang dialami/dihadapi konsumen ketika membeli produk dan jasa. Situasi pembelian akan mempengaruhi pembelian Misal: Ketika Konsumen berada di bandara, ia mungkin akan bersedia membayar sekaleng Coke berapa saja harganya ketika haus. Sebaliknya, jika ia berbelanja Coke di swalayan dan mendapatkan harganya relatif lebih mahal, ia mungkin sangat sensitif terhadap harga. Konsumen tsb mungkin akan menunda pembelian Coke dan mencari di tempat lain
Situasi Pembelian adalah lingkungan atau suasana yang dialami/dihadapi konsumen ketika membeli produk dan jasa. Situasi pembelian akan mempengaruhi pembelian Misal: Ketika Konsumen berada di bandara, ia mungkin akan bersedia membayar sekaleng Coke berapa saja harganya ketika haus. Sebaliknya, jika ia berbelanja Coke di swalayan dan mendapatkan harganya relatif lebih mahal, ia mungkin sangat sensitif terhadap harga. Konsumen tsb mungkin akan menunda pembelian Coke dan mencari di tempat lain
3. SITUASI PEMAKAIAN
Situasi Pemakaian disebut juga situasi penggunaan produk dan jasa merupakan situasi atau suasana ketika konsumsi terjadi. Konsumen seringkali memilih suatu produk karena pertimbangan dari situasi konsumsi. Misal: Konsumen Muslim sering memakai kopiah dan pakaian takwa pada saat sholat atau pada acara keagamaan. Kebaya akan dipakai kaum wanita pada acara pernikahan atau acara resmi lainya, dan jarang digunakan untuk pergi bekerja Para Produsen sering menggunakan konsep situasi pemakaian dalam memasarkan produknya, produk sering diposisikan sebagai produk untuk digunakan pada situasi pemakaian tertentu. Misalnya, ada pakaian resmi untuk ke pesta, pakaian olahraga, pakaian untuk kerja, pakaian untuk santai dan berolahraga
Situasi Pemakaian disebut juga situasi penggunaan produk dan jasa merupakan situasi atau suasana ketika konsumsi terjadi. Konsumen seringkali memilih suatu produk karena pertimbangan dari situasi konsumsi. Misal: Konsumen Muslim sering memakai kopiah dan pakaian takwa pada saat sholat atau pada acara keagamaan. Kebaya akan dipakai kaum wanita pada acara pernikahan atau acara resmi lainya, dan jarang digunakan untuk pergi bekerja Para Produsen sering menggunakan konsep situasi pemakaian dalam memasarkan produknya, produk sering diposisikan sebagai produk untuk digunakan pada situasi pemakaian tertentu. Misalnya, ada pakaian resmi untuk ke pesta, pakaian olahraga, pakaian untuk kerja, pakaian untuk santai dan berolahraga
B. Interaksi Orang-Situasi
Situasi pembelian mempunyai pengaruh yang nyata terhadap keputusan pembelian konsumen dengan gaya hidup believer. Hal ini menunjukkan bahwa situasi pembelian mampu
menghadirkan keinginan konsumen untuk membeli karena situasi ini bisa
menjadi stimulus terhadap keputusan konsumen untuk membeli.
Gaya hidup pembelian juga mempunyai pengaruh yang nyata terhadap
keputusan pembelian konsumen atas sesuatu. Konsumen dengan gaya
hidup believer ternyata juga mengikuti mode-mode pakaian khususnya misalnya celana
jeans sehingga gaya hidup mereka berpengaruh terhadap keputusan pembelian
yang dilakukan. Situasi pembelian dan gaya hidup terhadap mode bagi
konsumen dengan gaya hidup believer ternyata cukup tinggi mampu
mempengaruhi keputusan pembelian konsumen dengan pengaruhnya sebesar 68%.
Situasi pembelian mempunyai pengaruh yang nyata terhadap keputusan pembelian konsumen dengan gaya hidup believer. Hal ini menunjukkan bahwa situasi pembelian mampu
menghadirkan keinginan konsumen untuk membeli karena situasi ini bisa
menjadi stimulus terhadap keputusan konsumen untuk membeli.
Gaya hidup pembelian juga mempunyai pengaruh yang nyata terhadap
keputusan pembelian konsumen atas sesuatu. Konsumen dengan gaya
hidup believer ternyata juga mengikuti mode-mode pakaian khususnya misalnya celana
jeans sehingga gaya hidup mereka berpengaruh terhadap keputusan pembelian
yang dilakukan. Situasi pembelian dan gaya hidup terhadap mode bagi
konsumen dengan gaya hidup believer ternyata cukup tinggi mampu
mempengaruhi keputusan pembelian konsumen dengan pengaruhnya sebesar 68%.
C. Pengaruh Situasi Yang Tidak Terduga
Situasi tidak terduga dapat menjadi pemicu seseorang untuk membeli suatu barang. Misalnya mahasiswi yang akan mengikuti ujian dan lupa membawa bolpoin dan pensil, maka secara otomatis dia akan membeli dulu bolpoin dan pensil sebelum mengikuti ujian tersebut.
Situasi tidak terduga dapat menjadi pemicu seseorang untuk membeli suatu barang. Misalnya mahasiswi yang akan mengikuti ujian dan lupa membawa bolpoin dan pensil, maka secara otomatis dia akan membeli dulu bolpoin dan pensil sebelum mengikuti ujian tersebut.
MEMPENGARUHI SIKAP DAN PERILAKU
SIFAT DARI SIKAP
Walaupun
sikap didifinisikan dalam bermacam cara, sikap sekedar sebagai keseluruhan
evaluasi. Evaluasi ini dapat berjajar dari ekstrem positif hingga ekstrem
negatif. Sebagai contoh konsumen memiliki sikap yang sangat mendukung terhadap
pepsi, sikap yang sedikit mendukung terhadap Coke, sikap netral terhadap RC
cola, dan sikap yang agak negatif terhadap Shasta cola. Jadi, sikap bervariasi
dalam intensitas (yaitu, kekuatan)
dan dukungan (favorability).
Sifat
yang penting dari sikap adalah kepercayaan dalam memegang sikap tersebut.
Beberapa sikap mungkin dipegang dengan keyakinan kuat, sementara yang lain
mungkin ada tingkat kepercayaan yang minimum. Walaupun intensitas dan
kepercayaan berhubungan, keduanya tidak sama. Seorang konsumen, misalnya
mungkin memiliki kepercayaan yang sama bahwa ia menyukai pepsi, tetapi hanya
sedikit mendukung Coke.
Mengerti
tingkat kepercayaan yang dihubungkan dengan sikap adalah penting karena dua
alasan. Pertama, hal ini dapat mempengaruhi kekuatan hubungan di antara sikap
dan perilaku. Sikap yang dipegang dengan penuh kepercayaan biasanya akan jauh
lebih diandalkan untuk membimbing perilaku. Bila kepercayaan rendah, konsumen
mungkin tidak merasa nyaman dengan bertindak berdasarkan sikap mereka yang
sudah ada. Sebagai gantinya, mereka mungkin mencari informasi tambahan sebelum
mengikatkan diri mereka.
Kedua,
kepercayaan dapat mempengaruhi kereratan sikap terhadap perubahan. Sikap
menjadi lebih resisten terhadap perubahan bila dipegang dengan kepercayaan yang
lebih besar.
Satu
lagi sifat penting dari sikap yaitu bahwa sikap bersifat dinamis ketimbang statis.
Maksudnya, banyak sikap akan berubah bersama waktu. Sifat dinamis dari sikap
sebagaian besar bertanggung jawab atas perubahan di dalam gaya hidup konsumen .
PEMBENTUKAN SIKAP
Sikap
yang dianut konsumen sekarang ini tentu saja merupakan hasil dari pengalaman
mereka sebelumnya. Konsumen yang hidup melewati era Depresi pada awal tahun
1930-an, misalnya, secara khas memiliki sikap yang kurang mendukung terhadap
pembelian berdasarkan kredit. Asal mula dari banyak sikap dapat dirunut hingga
pengalaman masa kanak-kanak, seperti perjalanan belanja dengan ibu dan ayah.
Jadi, keluarga memiliki pengaruh besar pada perkembangan sikap selama
tahun-tahun awal kehidupan konsumen. Secara lebih umum, faktor lingkungan yang
dideskripsikan akan memiliki pangaruh yang kuat pada pembentukan sikap dengan
membentuk jenis, jumlah dan kualitas informasi dan pengalaman yang tersedia
bagi konsumen.
PERANAN PENGALAMAN LANGSUNG
Sikap
kerap terbentuk sebagai hasil dari kontak langsung dengan objek sikap konsumen
yang belanja yang menyenangkan ke pengecer mungkin mengembangkan sikap yang
mendukung pengecer. Sebagai kontras, produk yang gagal bekerja sebagaimana
diharapkan dapat dengan mudah menimbulkan sikap negatif. Namun, kenali bahwa
sikap dapat dibentuk bahkan dapat tanpa adanya pengalaman actual dengan suatu
objek. Begitu pula, sikap produk mungkin dibentuk bahkan bila pengalaman
konsumen dengan produk bersangkutan terbatas pada apa yang mereka lihat di
dalam iklan.
Karakteristik
penting dari sikap yang didasarkan pada pengalaman langsung adalah sikap
biasanya dianut dengan kepercayaan yang lebih besar. Konsisten dengan hal ini,
penelitian memperhatikan bahwa konsumen memiliki keyakinan yang jauh lebih kuat
mengenai sikap produk mereka bila didasarkan pada pemakaian produk aktual
dibandingkan bila didasarkan pada iklan saja.
Agar
lebih efektif dalam mengembangkan strategi dan kegiatan yang akan menciptakan,
mengukuhkan, atau memodifikasi sikap konsumen, adalah penting untuk mengerti
proses yang mengatur pembentukan sikap.
HUBUNGAN SIKAP-PERILAKU
Didalam
banyak situasi, pemasar berkepentingan dengan peramalan perilaku pembelian.
Andaikan saja perusahaan anda baru saja mengembangkan suatu produk baru dan
tertarik untuk menentukan apakah ada permintaan yang cukup di pasar untuk
menjamin pengenalan. Salah satu ancangan terhadap pembuatan penentuan ini
memerlukan pengenalan produk ke dalam satu atau lebih pasar percobaan.
Bergantung kepada hasil ini, anda pun dapat membuat penilaian berdasarkan
informasi yang lebih banyak mengenai potensi produk tersebut. Tes seperti ini
juga dapat menghabiskan biaya jutaan dolar, harga yang sangat mahal untuk
menentukan bahwa suatu produk memiliki sedikit daya tarik.
Sebagai
alternatif, anda dapat memeriksa apakah produk tersebut bahkan pantas
mendapatkan peluang untuk masuk ke dalam pasar percobaan dengan lebih dahulu
mempertimbangkan sikap konsumen terhadap produk tersebut. Ancangan ini sangat
langsung. Konsumen dari pasar target akan diminta untuk menunjukkan minat
mereka untuk membeli produk tersebut. Bila hanya sedikit konsumen yang
menyatakan berminat, produk tersebut harus ditinggalkan atau dimodifikasi dan
diuji ulang. Sebaliknya bila konsumen sangat tertarik pada produk tersebut,
maka tibalah waktunya untuk mempertimbangkan pasar percobaan. Ketahuilah bahwa
biaya dari studi mengenai sikap ini adalah ribuan dolar. Walaupun begitu, harga
seperti ini jauh lebih sedikit daripada jutaan dolar yang mungkin anda habiskan
pada pasar percobaan, hanya untuk mendapatkan bahwa “bintang” anda hanyalah
seekor “anjing”.
Pemakaian
sikap untuk meramalkan permintaan tidak terbatas pada produk baru. Produsen
produk yang sudah ada juga berminat untuk meramalkan penjualan masa datang.
Sesungguhnya, pengetahuan mengenai konsumsi masa datang dapat menjadi
determinan kritis dari banyak keputusan bisnis. Sebagai contoh, seberapa
berminat pabrik yang beroperasi dengan kapasitas penuh dalam mengembangkan
fasilitas produksi mereka bila mereka mengetahui bahwa penjualan akan meningkat
dengan tajam? Sebaliknya, penentuan bahwa permintaan hampir mendatar sesudah
beberapa tahun pertumbuhan yang kuat akan menyingkapkan kebutuhan untuk mulai
menjajaki kesempatan alternatif untuk mencapai pertumbuhan penjualan (misalnya,
mencuri pelanggan pesaing).
Walaupun
ada penilaian yang pesimistis ini, penelitian terus menjajaki hubungan
sikap-perilaku tersebut. Kini diakui, bahwa di dalam keadaan yang sesuai, sikap
dapat meramalkan perilaku.
- FAKTOR PENGUKURAN
Andaikan anda ingin mengukur setiap konsumen terhadap suatu produk (misalnya mobil Mercedes-Benz) meringkas beberapa cara yang mungkin digantikan untuk melakukannya. Walaupun pengukuran ini berbeda dalam suasana kata-katanya dan skala responsnya, masing-masing berfokus pada keseluruhan evaluasi yang dilakukan konsumen terhadap objek (dalam hal ini mobil).
Namun, perhatikan bahwa pengukuran sikap terhadap suatu produk ini terbatas kemampuannya dalam meramalkan perilaku masa datang. Keterbatasan ini direfleksikan oleh kenyataan bahwa walaupun kebanyakan mahasiswa akan memberikan respons yang mendukung terhadap pengukuran , sedikit sekali dari mereka yang membeli mobil sewaktu lulus akan membeli Mercedes. Sebelum membaca lebih jauh, berhentilah dan pikirkan tentang perubahan apa di dalam pengukuran yang akan menghasilkan ramalan yang lebih baik mengenai pembelian mobil yang dilakukan oleh mahasiswa segera sesudah mereka lulus.
Masalah dasar dengan pengukuran tersebut adalah tidak adanya kesesuaian (lack of correspondence) dengan perilaku. Sejauh mana suatu pengukuran sesuai atau cocok dengan suatu perilaku, yang ada gilirannya menentukan daya ramal pengukuran tersebut, akan bergantung kepada beberapa baik pengukuran tersebut menangkap empat elemen perilaku yang mungkin : Tindakan, Target, Waktu, dan Konteks.
Tindakan
Elemen ini mengacu pada perilaku spesifik (misalnya pemakaian, peminjaman). Penting sekali bahwa pengukuran sikap menggambarkan elemen secara akurat, karena kelalaian melakukan hal ini dapat menjadi sangat merusak keakuratan prediksi mereka.
Target
Elemen target dapat menjadi sangat umum (misalnya, membeli mobil apa saja) atau sangat spesifik (misalnya, membeli Mercedes). Tingkat kespesifikan target bergantung kepada perilaku minat.
Waktu
Elemen ini berfokus pada kerangka waktu di mana perilaku diharapkan terjadi.
Konteks
Elemen selebihnya, konteks, mengacu pada latar di mana perilaku diharapkan terjadi. Minuman ringan, misalnya, dapat di beli di berbagai latar, seperti toko bahan makanan, mesin penjual di sekolah, restoran dan biskop. - INTERVAL
WAKTU
Hubungan yang sangat kuat antara sikap dan perilaku harus terjadi setiap kali diukur tepat sebelum pembelian actual. Namun, pemasaran tertarik untuk menggunakan sikap sekarang ini untuk meramalkan perilaku pada waktu yang masih agak jauh. Pengecer, misalnya, mengadakan pesanan mereka untuk musim pembelian Natal beberapa bulan di muka.
Kebutuhan akan menilai sikap lama sebelum perilaku actual bekerja menentang kekuatan hubungan sikap-perilaku. Sikap tidak statis. Sikap dapat dengan mudah berubah sebagai akbiat dari keadaan yang tidak terduga dan pengaruh situasi. Potensi perubahan ini mengesankan bahwa kekuatan hubungan sikap-perilaku akan dipengaruhi oleh interval waktu akan pengukuran sikap dan pelaksanaan perilaku. Sementara interval waktu ini bertambah, peluang terjadinya perubahan menjadi lebih besar. Umumnya, semakin singkat interval wkatunya, semakin kuat hubungan sikap-perilaku.
- PENGALAMAN
Sikap yang didasarkan pada pengalaman actual mungkin lebih berhubungan dengan perilaku dibandingkan dengan sikap yang didasarkan pada pengalaman “tak langsung”. Sebagai akibatnya, sikap konsumen yang sudah membeli dan mengkonsumsi suatu produk seharusnya terbukti lebih dapat meramalkan perilaku pembelian masa datang mereka dibandingkan orang yang tidak mempunyai pengalaman seperti ini. Begitu pula, sikap harus lebih menunjukkan potensi produk baru bila konsumen dibolehkan untuk benar-benar menggunakan produk tersebut dan bukan hanya sekedar diperhatikan gambar atau prototype non fungsional dari produk bersangkutan. Penilaian produk baru mungkin memerlukan produksi prototype, bahkan dengan harga yang tinggi, dan konteks belanja yang disimulasaikan untuk mencapai keberhasilan terbesar dalam meramalkan pembelian.
- PENGARUH
SOSIAL
Perilaku kadang lebih dipengaruhi oleh tekanan dari lingkungan sosial ketimbang oleh sikap pribadi. Kita semua pernah mengalami suatu situasi di mana kita mengerjakan sesuatu bukan karena keinginan pribadi kita, melainkan karena pengaruh sosial (misalnya, perokok yang berusaha untuk tidak menyalakan rokok ketika ditemani oleh seorang yang bukan perokok). Sebagai akibatnya, seperti kita lihat nanti di dalam diskusi mengenai model maksud perilaku, pengukuran sikap kerap disertai dengan pengukuran pengaruh sosial untuk meramalkan perilaku.
- RINGKASAN
Sikap membeli pemasar alat peramalan yang kuat bila digunakan dengan benar. Dengan mengerti faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan hubungan sikap-perilaku, bila, kita dapat menghindari secara lebih baik perangkap dan situasi yang merusak keakuratan prediksi dari sikap. Walaupun kebutuhan pemasar mungkin mengharuskan penggunaan pengukuran sikap di bawah kondisi yang kurang optimum (misalnya, meramalkan perilaku pada masa datang yang masih jauh), beberapa masalah potensial dapat diminimumkan dengan mudah, seperti menghindari kesalahan pengukuran sikap yang salah.
Sumber
:
James
F. Engel, Roger D. Blackwell, Paul W. Miniard. (1994). Perilaku Konsumen
Jilid 1. Jakarta : Penerbit Binarupa Aksara.
Kepribadian Nilai dan Gaya Hidup
A. KEPRIBADIAN
B. NILAI
Nilai (value) merupakan kata sifat yang selalu terkait dengan benda, barang, orang atau hal-hal tertentu yang menyertai kata tersebut. Nilai adalah sebuah konsep yang abstrak yang hanya bisa dipahami jika dikaitkan dengan benda, barang, orang atau hal-hal tertentu. Pengkaitan nilai dengan hal-hal tertentu itulah yang menjadikan benda, barang atau hal-hal tertentu dianggap memiliki makna atau manfaat. Benda purbakala dianggap bernilai karena berguna bagi generasi penerus untuk mengetahui sejarah masa lampau kita. Video tape recorder, meski secara teknis kondisinya masih baik, dianggap manfaatnya sudah hilang karena sudah susah mengoperasikannya mengingat kaset yang seharusnya menjadi komplemen video tape tersebut tetidak bisa lagi diperoleh di pasaran, semuanya tergantikan oleh VCD. Dengan demikian yang dimaksudkan dengan nilai adalah prinsip, tujuan, atau standar sosial yang dipertahankan oleh seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) karena secara intrinsik mengandung makna.
Sumber referensi:
http://tonymisye.blogspot.com/2011/04/nilai-nilai-individu-dan-sikap-kerja.html
http://sosiologibudaya.wordpress.com/2011/05/18/gaya-hidup/
http://zonegirl.wordpress.com/2011/11/30/pengertian-korupsi-etika-bisnis-dan-hubungan-etika-bisnis-dengan-korupsi/
Kepribadian
merupakan ciri watak seorang individu yang konsisten yang mendasari
perilaku individu. Kepribadian sendiri meliputi kebiasaan, sikap, dan
sifat lain yang kas dimiliki seseorang. Tapi kepribadian berkembang jika
adanya hubungan dengan orang lain. Dasar pokok dari perilaku seseorang
adalah faktor biologis dan psikologisnya. Kepribadian sendiri memiliki
banyak segi dan salah satunya adalah self atau diri pribadi atau citra
pribadi. Mungkin saja konsep diri aktual individu tersebut (bagaimana
dia memandang dirinya) berbeda dengan konsep diri idealnya (bagaimana ia
ingin memandang dirinya) dan konsep diri orang lain (bagaimana dia
mengganggap orang lain memandang dirinya). Keputusan membeli dipengaruhi
oleh karakteristik pribadi seperti umur dan tahap daur hidup,
pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup serta kepribadian dan konsep diri
pembeli.
B. NILAI
Nilai (value) merupakan kata sifat yang selalu terkait dengan benda, barang, orang atau hal-hal tertentu yang menyertai kata tersebut. Nilai adalah sebuah konsep yang abstrak yang hanya bisa dipahami jika dikaitkan dengan benda, barang, orang atau hal-hal tertentu. Pengkaitan nilai dengan hal-hal tertentu itulah yang menjadikan benda, barang atau hal-hal tertentu dianggap memiliki makna atau manfaat. Benda purbakala dianggap bernilai karena berguna bagi generasi penerus untuk mengetahui sejarah masa lampau kita. Video tape recorder, meski secara teknis kondisinya masih baik, dianggap manfaatnya sudah hilang karena sudah susah mengoperasikannya mengingat kaset yang seharusnya menjadi komplemen video tape tersebut tetidak bisa lagi diperoleh di pasaran, semuanya tergantikan oleh VCD. Dengan demikian yang dimaksudkan dengan nilai adalah prinsip, tujuan, atau standar sosial yang dipertahankan oleh seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) karena secara intrinsik mengandung makna.
C. GAYA HIDUP
Plummer
(1983) gaya hidup adalah cara hidup individu yang di identifikasikan
oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang
mereka anggap penting dalam hidupnya (ketertarikan) dan apa yang mereka
pikirkan tentang dunia sekitarnya. Adler (dalam Hall & Lindzey,
1985) menyatakan bahwa gaya hidup adalah hal yang paling berpengaruh
pada sikap dan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan 3 hal utama
dalam kehidupan yaitu pekerjaan, persahabatan, dan cinta sedangkan
Sarwono (1989) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi gaya
hidup adalah konsep diri. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri
seseorang” yang berinteraksi dengan lingkungannya (Kottler dalam
Sakinah,2002). Menurut Susanto (dalam Nugrahani,2003) gaya hidup adalah
perpaduan antara kebutuhan ekspresi diri dan harapan kelompok terhadap
seseorang dalam bertindak berdasarkan pada norma yang berlaku. Oleh
karena itu banyak diketahui macam gaya hidup yang berkembang di
masyarakat sekarang misalnya gaya hidup hedonis, gaya hidup metropolis,
gaya hidup global dan lain sebagainya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup
Menurut
pendapat Amstrong (dalam Nugraheni, 2003) gaya hidup seseorang dapat
dilihat dari perilaku yang dilakukan oleh individu seperti
kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan atau mempergunakan barang-barang dan
jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada penentuan
kegiatan-kegiatan tersebut.Lebih lanjut Amstrong (dalam Nugraheni, 2003)
menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup seseorang
ada 2 faktor yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu
(internal) dan faktor yang berasal dari luar (eksternal). Faktor
internal yaitu sikap, pengalaman, dan pengamatan, kepribadian, konsep
diri, motif, dan persepsi (Nugraheni, 2003) dengan penjelasannya sebagai
berikut :
a. Sikap
Sikap
berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan pikir yang dipersiapkan untuk
memberikan tanggapan terhadap suatu objek yang diorganisasi melalui
pengalaman dan mempengaruhi secara langsung pada perilaku. Keadaan jiwa
tersebut sangat dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan
lingkungan sosialnya.
b.Pengalaman dan pengamatan
Pengalaman
dapat mempengaruhi pengamatan sosial dalam tingkah laku, pengalaman
dapat diperoleh dari semua tindakannya dimasa lalu dan dapat dipelajari,
melalui belajar orang akan dapat memperoleh pengalaman. Hasil dari
pengalaman sosial akan dapat membentuk pandangan terhadap suatu objek.
c.Kepribadian
Kepribadian
adalah konfigurasi karakteristik individu dan cara berperilaku yang
menentukan perbedaan perilaku dari setiap individu.
d.Konsep diri
Faktor
lain yang menentukan kepribadian individu adalah konsep diri. Konsep
diri sudah menjadi pendekatan yang dikenal amat luas untuk menggambarkan
hubungan antara konsep diri konsumen dengan image merek. Bagaimana
individu memandang dirinya akan mempengaruhi minat terhadap suatu objek.
Konsep diri sebagai inti dari pola kepribadian akan menentukan perilaku
individu dalam menghadapi permasalahan hidupnya, karena konsep diri
merupakan frame of reference yang menjadi awal perilaku.
e. Motif
Perilaku
individu muncul karena adanya motif kebutuhan untuk merasa aman dan
kebutuhan terhadap prestise merupakan beberapa contoh tentang motif.
Jika motif seseorang terhadap kebutuhan akan prestise itu besar maka
akan membentuk gaya hidup yang cenderung mengarah kepada gaya hidup
hedonis.
f. Persepsi
Persepsi
adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan
menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu gambar yang berarti
mengenai dunia.
Adapun faktor eksternal dijelaskan oleh Nugraheni (2003) sebagai berikut :
a. Kelompok referensi
Kelompok
referensi adalah kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak
langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Kelompok yang memberikan
pengaruh langsung adalah kelompok dimana individu tersebut menjadi
anggotanya dan saling berinteraksi, sedangkan kelompok yang memberi
pengaruh tidak langsung adalah kelompok dimana individu tidak menjadi
anggota didalam kelompok tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut akan
menghadapkan individu pada perilaku dan gaya hidup tertentu.
b. Keluarga
Keluarga
memegang peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan sikap dan
perilaku individu.Hal ini karena pola asuh orang tua akan membentuk
kebiasaan anak yang secara tidak langsung mempengaruhi pola hidupnya.
c. Kelas sosial
Kelas
sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama
dalam sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah urutan jenjang, dan
para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai, minat, dan tingkah
laku yang sama. Ada dua unsur pokok dalam sistem sosial pembagian kelas
dalam masyarakat, yaitu kedudukan (status) dan peranan. Kedudukan
sosial artinya tempat seseorang dalam lingkungan pergaulan, prestise
hak-haknya serta kewajibannya. Kedudukan sosial ini dapat dicapai oleh
seseorang dengan usaha yang sengaja maupun diperoleh karena kelahiran.
Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan. Apabila individu
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka ia
menjalankan suatu peranan.
d. Kebudayaan
Kebudayaan
yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh individu sebagai
anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang
dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif, meliputi ciri-ciri
pola pikir, merasakan dan bertindak.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
gaya hidup berasal dari dalam (internal) dan dari luar (eksternal).
Faktor internal meliputi sikap, pengalaman dan pengamatan, kepribadian,
konsep diri, motif , dan persepsi. Adapun faktor eksternal meliputi
kelompok referensi, keluarga, kelas sosial, dan kebudayaan. Orang-orang
yang berasal dari sub-budaya, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama
dapat memiliki gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup adalah pola hidup
seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan
opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” yang
berinteraksi dengan lingkungannya. Pemasar mencari hubungan antara
produknya dengan kelompok gaya hidup konsumen. Contohnya, perusahaan
penghasil komputer mungkin menemukan bahwa sebagian besar pembeli
komputer berorientasi pada pencapaian prestasi. Dengan demikian, pemasar
dapat dengan lebih jelas mengarahkan mereknya ke gaya hidup orang yang
berprestasi.
Terutama
bagaimana dia ingin dipersepsikan oleh orang lain, sehingga gaya hidup
sangat berkaitan dengan bagaimana ia membentuk image di mata orang lain,
berkaitan dengan status sosial yang disandangnya. Untuk merefleksikan
image inilah, dibutuhkan simbol-simbol status tertentu, yang sangat
berperan dalam mempengaruhi perilaku konsumsinya.
Fenomena ini pokok pangkalnya adalah stratifikasi sosial, sebuah struktur sosial yang terdiri lapisan-lapisan :
- dari lapisan teratas sampai lapisan terbawah.
- Dalam struktur masyarakat modern,
- status sosial haruslah diperjuangkan (achieved)
- dan bukannya karena diberi atau berdasarkan garis keturunan (ascribed).
Selayaknya
status sosial merupakan penghargaan masyarakat atas prestasi yang
dicapai oleh seseorang. Jika seseorang telah mencapai suatu prestasi
tertentu, ia layak di tempatkan pada lapisan tertentu dalam
masyarakatnya. Semua orang diharapkan mempunyai kesempatan yang sama
untuk meraih prestasi, dan melahirkan kompetisi untuk meraihnya.
Jadi
pada kesimpulannya, gaya hidup adalah suatu pola atau cara individu
mengekspresikan atau mengaktualisasikan, cita-cita, kebiasaan / hobby,
opini, dsb dengan lingkungannya melalui cara yang unik, yang
menyimbolkan status dan peranan individu bagi linkungannya. Gaya hidup
dapat dijadikan jendela dari kepribadian masing-masing invidu.Setiap
individu berhak dan bebas memilih gaya hidup mana yang dijalaninya, baik
itu gaya hidup mewah (glamour), gaya hidup hedonis, gaya hidup punk,
gaya hidup sehat, gaya hidup sederhana, dsb.
Gaya
hidup mewah memang sudah menjadi bagian hidup manusia. Sebagai makhluk
sosial,manusia membutuhkan interaksi dengan banyak hal. Manusia
memerlukan pemenuhan kebutuhannya yang mencakup sandang,pangan, dan
papan. Ketiga hal ini sangat penting dalam kehidupan manusia. Manusia
bergantung pada makanan,pakaian, dan tempet tinggal. Kebutuhan akan
ketiga hal tersebut menjadikan sebagian orang memberlakukan gaya hidup
mewah. Manusia memiliki nafsu yang berujung pada masalah selera dan
gengsi,termasuk gaya hidup mewah.
http://tonymisye.blogspot.com/2011/04/nilai-nilai-individu-dan-sikap-kerja.html
http://sosiologibudaya.wordpress.com/2011/05/18/gaya-hidup/
http://zonegirl.wordpress.com/2011/11/30/pengertian-korupsi-etika-bisnis-dan-hubungan-etika-bisnis-dengan-korupsi/
Sikap Motivasi dan Mawas Diri
Menurut kamus psikologik, secara harafiah berarti ” perlengkapan
psikologik” yang membangkitkan organisn untuk bertindak ke arah tujuan
yang diinginkan; alasan untuk
bertindak yang mana memberi arah dan tujuan pada tingkah laku . Jadi dari kedua
arti tersebut, menjadi jelas bahwa motivasi merupakan vektor, mengandung bobot dan
arah. Lebih lanjut motivasi selalu dihubungkan dengan tujuan. Jadi motivasi belajar,
tentunya perllengkapan psikologik yang membangkitkan seseorang untuk belajar agar
mencapai tujuan. Dengan perkataan lain, apabila kita tidak jelas dengan tujuan yang
hendak kita capai, maka sulit untuk menemukan motivasi belajar.
Sebagaimana dijelaskan dalam modul MD-02 sebelumnya, pada hakekatnya belajar
adalah panggilan hidup. Jadi bagi orang beriman, setidaknya sudah jelas satu tujuan mempertanggungjawabkan kehidupan di hadapan Yang Maha Kuasa. Hal itu berarti,
sebisanya kita perlu belajar menjadi orang sebagaimana kita dimaksudkan Sang Pencipta.
Demikian pula kondisi otak kita bertumbuh dan berkembang sesuai dengan kuantitas dan
kulitas asupan. Semakin banyak kita belajar, semakin berkembang fungsi otak kita, semakin
lebih termotivasi lagi untuk mencari tahu- belajar. Jadi bisa kita simpulkan bahwa sudah hakikinya manusia memiliki motivasi belajar. Tersirat pengertian tidak ada orang yang tidak mempunyai motivasi belajar. Tinggal persoalannya adalah berapa kekuatannya dan kemana arah belajarnya, Apabila pada sejumlah orang tidak nampak termotivasi, berarti mereka sudah belajar lewat satu dan lain kondisi, menjadi orang yang tidak termotivasi untuk belajar ., atau mereka tidak memiliki kejelasan tentang tujuan hidupnya. Andaikan mereka berupaya memperjelas tujuan hidupnya, dan menghapus hasil belajar (’de-learning’) yang keliru, maka motivasinya akan nampak.
Meskipun tiap orang memiliki motivasi belajar, ada orang yang termotivasi dari dalam dirinya – ’ intrinsic’ , ada juga yang termotivasi dari luar - ’extrinsic’ . Mereka yang motivasi belajarnya bersifat intrinsik biasanya berorientasi ’inner locus of control’ . Mereka secara teratur mempertanyakan ke dirinya : ”Apa yang sudah saya pelajari ? Apa yang bisa saya laku kan untuk menambah dan memperbaikinya, mengembangkannya? Apakah saya sudah cukup berupaya?, masih bisa ditingkatkankah upaya saya ? dst. Yang pada hekekatnya, melakukan monitoring diri, sejauh mana kemajuan perkembangannya belajar menjadi.
Sedangkan orang-orang yang termotivasi belajar oleh hal di luar dirinya, cenderung
meletakkan ’locus of control’ di luar dirinya. Mereka memotivasi diri dalam belajar dengan mempertanyakan pertanyaan seperti : ” Apa yang saya bisa peroleh apabila saya lakukan hal ini, apabila saya mempelajari hal ini ? Kalau saya dapat nilai baik, apa yang akan saya peroleh? Dst. Pada umumnya, motivatsi ekstrinsik diperoleh sebagai hasil belajar dengan lingkungannya, terutama lingkungan keluarganya di rumah. Artinya mereka dibesarkan dengan cara seperti itu. Tidak banyak peluang mereka daatkan untuk membuat pilihan-pilihan, segala sesuatunya telah di’set-up’ tergantung kepada orang lain, tergantung apa kata orang lain, dst Dari keduanya, tentunya tidak ada yang 100 % murni intrinsic maupun extrinsic. Orang termotivasi intrinsik, berarti terbanyaknya ia didorong oleh hal-hal dari dalam kalbunya. Sedangkan orang-orang yang termotivasi ekstrinsic, kebanyakkan berdasar kepuasan yang datangnya atau berada di luar dirinya. Semakin besar kekuatan motivasi intrinsicnya, semakin besar juga kecenderungan yang bersangkutan bisa belajar menjadi. Lebih jauh ada banyak riset tentang motivasi, yang dapat memberi kita insight lebih lanjut bagaimana posisi dan perannya dalam kehdiupan kita sehari hari. Pada bagian berikut, kita akan melakukan orientasi atas sejumlah teori, hanya sebagai informasi latar dalam percakapan memotivasi diri ini.
2. Orientasi Teori Motivasi
Sebagaimana disampaikan terdahulu, ada banyak teori yang menjelaskan tentang motivasi. Beberapa teori sudah sangat dikenal dan dipergunakan di banyak bidang ilmu dan praktisi . Berikut, secara sepintas kita akan melakukan orientasi atas sekjumlah teori, yang dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu (1) kelompok teori yang menjelaskan tentang komponen dari motivasi; (2) kelompok kedua teori-teori yang menjelaskan proses motivasi, sedangkan (3) kelompok ketiga, teori teori yang menjelaskan motivasi dalam kaitan dengan hal lain seperti prstasi, self image, dst.
2.1 Kelompok teori : komponen dari motivasi
Cukup banyak teori yang menjelaskan motivasi dari sudut strukturalnya, akan tetapi kita akan melihat sebagai ilustrasi, hanya dua teori yaitu : ‘Teori Peringkat kebutuhan’ dari Abraham Maslow dan Teori Terpancar’ dari David Mc Clelland D
(1) Teori Peringkat Kebutuhan’ dari Abraham Maslow
Maslow mengutarakan bahwa pada dasarnya tingkah laku manusia ( termasuk belajar), didorong oleh kebutuhan yang orang tersebut pada saat itu. Jadi, seseorang melakukan sesuatu karena pada saat itu ia menghayati sangat keku rangan (depriviation) salah satu kebutuhannya, yang akan terpenuhi oleh kelakuan tersebut.; dan dorongan ini disebut ‘D-motive’
Selanjutnya, kebutuhan manusia tersebut digolongkan Maslow kedalam enam tingkatan 1 , yaitu :
1) Kebutuhan fisiologik ( makanan, air, udara, dst);
2) Kebutuhan rasa aman ( bebas dari rasa takut, cemas, tertekan,dst);
3) Kebutuhan Bersosial ( berteman, mencintai dan dicintai, dst),
4) Kebutuhan Pengakuan - self Esteem ( dihargai,diakui prestasinya, reputasinya,dst);
5) Kebutuhan aktualisasi diri ( untuk mejadi yang ia bisa menjadi) dan
6) Kebutuhan Kognitif ( kebutuhan untuk memutahirkan diri).
Lebih lanjut keenam kelompok kebutuhan tersebut bersifat hirarkhis. Artinya kebutuhan paling dasar ( fisiologik) dihayati dan terpenuhi pada batas minimalnya, barulah terhayati kebutuhan hirarkhi berikutnya ( rasa aman) . Hanya ketika kebutuhan rasa aman tersebut terpenuhi pada ambang bawahnya, barulah muncul kebutuhan dengan hirarkhi di atasnya lagi ( sosial) , demikian seterusnya hingga kebutuhan aktualisasi diri. Pada saat orang mulai beraktualisasi, maka ia akan menyadari adanya kekurangan informasi atau skill yang diperlukan untuk melanjutkan aktualisasinya, maka muncul-lah kebutuhan kognitif, yaitu menambah dan meng-‘updated’ hasil belajarnya . Setelah mengisi kognitifnya, maka yang bersangkutan akan kembali ke kebutuhan dasar, tetapi bukan dalam dorongan kekurangan, tetapi dalam dorongan keperluan, yang Maslow sebut sebagai B-motive atau Beta motive.
Jadi menurut teori Maslow, orang perlu belajar untuk bisa ‘survival’, dan apabila mau berkembang, mau belajar menjadi ( beraktualisasi) , maka manusia akan terdorong untuk belajar menjadi.
(2) Teori Terpancar’ dari David Mc Clelland
Mc Clellland, dalam penelitiannya di beberapa negara maju, menjumpai bahwa kemajuan negara tersebut sebenarnya dipicu oleh sejumlah kecil ( sekitar 2 %) orang yang mempunyai profil motive tertentu. Profil motivasi mereka sedemikian rupa sehingga memungkinkan mereka menjadi entrepreneur, karena mereka memiliki ‘mind-set / jiwa entrepreneurship’ , yang menurut Mc Clelland bisa dilatihkan.
Motivasi manusia dibedakan Mc Clelland dalam 3 macam, yaitu motive pencapaian
( achievement), motif keakraban ( Affiliation) dan motive kekuasaan ( Power). Setiap manusia memiliki ketiga motive ini, hanya saja dalam konfigurasi yang berbedabeda. Ada orang yang motivasi achievementnya tinggi, motivasi affiliasinya rendah, dan motivasi Powernya tinggi; tetapi ada pula orang yang motivasi achievementnya tinggi, motivasi affiliasinya sedang, dan motivasi Powernya rendah, dsbnya. Kemudian Mc Clelland menemukan ciri-ciri orang dengan masing-masing konfigurasi tersebut. Lebih lanjut setiap profesi atau pekerjaan membutuhkan profil/konfigurasi motivasi tertentu.
2.2 Kelompok teori : proses motivasi
Dari teori motivasi yang menjelaskan proses, kita tinjau dua teori saja sebagai ilustrasi,
yaitu : Teori harapan - ’expectancy theory’ dari V. Vroom dan teori Penguat – ‘Re
inforcement theory’ dari B.F.Skinner.
(1) Teori harapan - ’expectancy theory’ dari V Vroom
Vroom merumuskan Motivasi sebagai perkalian anatara ‘expectancy’, yaitu persepsi individu tentang kemampuan atau kemungkinannya mencapai sasaran. Dan ‘valence’, nilai yang dilekatkannya pada keluaran atau imbalan yang akan ia peroleh.. Lebih lanjut, kondisi ini hanya berlaku bagi mereka yang memiliki “internal locus of control”, dimana mereka yakin dapat mengontrol pencapaian tujuan mereka.; akan tetapi tidak berlaku bagi mereka yang “external locus of control”
(2) Teori Penguat – ‘Re inforcement theory’ dari B.F.Skinner
Teori ini disebut juga Stimulus Respons theory; karena menurut teori ini stimulus yang datang pada individu, akan membuat individu memberi respons, dan respons ini akan mempunyai konsekwensi atau penguat ( Consequences /reinforcement ). Penguat ini bermacam-macam, yaitu: penguat positif, yang akan memperkuat terulangnya respons ; penguat menghindari, penguat negatif; penguat yang sifatnya mengurangi dan hukuman yang juga merupakan penguat negatif. Lebih lanjut, kemunculan penguat ada yang berkelanjutan, artinya setiap respon muncul, begitu juga penguat. Ada juga yang membutuhkan interval waktu.. Yang membutuhkan sela waktu ini, beberapa macam anatara lain : penjadwalan sela tetap (‘fixed interval’); penjadwalan sela tidak teratur (‘variable interval’); penjadwalan rasio tetap (‘fixed ratio’) dan penjadwalan rasio tidak teratur (‘variable ratio’)
2.3 Kelompok teori : motivasi dalam aplikasinya
Berikut adalah dua teori aplikasi motivasi sebagai ilustrasi, yaitu teori Covington yang dikenal sebagai teori diri berharga - ‘Self-worth theory of achievement dan teori Ames dengan struktur tujuan sebagai sistem motivasi.
(1) ‘Self-worth theory of achievement’ dari Covington
Covington melihat ‘performance’ merupakan hasil perpaduan dari kemampuan – ability yang dimiliki seseorang dengan upaya –effort yang dikeluarkannya untuk melakukan pencapaian. Selanjutnya performance ini akan berpengaruh pada penghayatan diri berharga ( ‘self worth’) , yang pada gilirannya akan menambah penghayatan kemampuan dan upaya, sehingga semakin baik lagi performancenya, dst kita melihatnya sebagai termotivasi .
(2) “Goal Structure as Motivational System’, dari Ames
Ames melihat ada kaitan yang erat antara struktur tujuan –Goal Structure dengan system motivasi - Motivational System Tujuan yang mengarah pada kerja sama –cooperative, berkaitan erat dengan sistem motivasi yang didasarkan pada moralitas. Sedangkan tujuan yang bersifat competitive, akan mendorong sistem motivasi yang bersifat egoistik. Sementara tujuan yang arahnya individualistic akan berkaitan dengan sistem motivasi yang menekankan penguasaan-mastery.
Demikianlah kita telah sepintas lalu melihat-lihat inti enam teori motivasi, semoga Anda mempunyai sedikit orientasi , dan insight bahwa teori tentang motivasi amat beraneka ragam tergantung dari sudut mana kita memandang. Yang mana yang baik? Setiap teori memiliki kelemahan dan kekuatannya masing-masing. Nampaknya untuk keperluan tertentu selalu ada teori yang paling sesuai. Seperti disampaikan sebelumnya bagian 2 ini hanya sebagai ‘window shopping’. Bila suatu saat Anda memerlukan , Anda dapat mendalami teori yang Anda perlukan.
Bersikap Mawas diri
Telah kita bahas dalam modul MD-02 bahwa otak menyimpan semua hasil rekaman pengetahuan dan penghayatan kita dalam memory-nya. Apabila karena satu dan lain hal kita sempat keliru belajar menjadi ’tidak mampu, tidak berdaya, tidak bias belajar’, maka langkah yang perlu dilakukan adalah merombak hasil belajar tersebut- ’delearning’ dengan cara memutahirkan (up-dated) selalu mind-set kita ( ingat kembali modul MD-01) Kembali berdialog dengan diri Anda, dari mana datangnya pikiran tersebut, lalu mutahirkan ( teknik Stop pikiran lama-ganti dengan pikiran baru)
Salah satu sikap mawas yang perlu dijaga adalah mawas akan kosakata yang Anda ungkapkan baik ke diri maupun ke luar. Kosa-kata yang Anda pakai mencerminkan siapa Anda tetapi juga membentuk diri Anda. Sebagai ilustrasi, apabila kita belum berhasil menguasai suatu mata kuliah, kosakata apakah yang kita keluarkan ( bersuara ataupun dalam hati ?) .............. ” Ah memang saya tidak mampu” , ”ah memang bukan jurusan pilihanku”, ” Dosennya tidak becus menerangkan”, ” Sialan, apa sih gunanya belajar ini semua”, dst dst. Apabila kosakata itu yang keluar, maka bisa dipastikan Anda kehilangan kesempatan termotivasi. Mengapa tidak seperti Thomas Edison, ketika ia masih selalu gagal menghasilkan nyala bola lampunya, ia menagatakan bahwa ”semua upaya yang belum menghasilkan ini merupakan prasarat untuk munculnya nyala pertama dari bola lampunya ”. Pada akhirnya kita tahu kosakatanya betul, dan sekarang kita menikmati hasil jatuh bangunnya. Pergunakanlah kosakata yang mendukung diri Anda maju, seperti misalnya: ”
Saya punya potensi, mungkin belum terpoles, belum terasa; baiklah saya coba memolesnya, ya saat ini saya perlu bantuan, yang dapat memoles potensi saya.” Selanjutnya hindarilah kosakata yang membawa Anda lebih terpuruk lagi, seperti :”Sebetulnya saya bisa, cobanya ............”. , ” Andai saja .............., ”, atau ” Sebenarnya saya bisa, tetapi .............”, dsb hanya sebagaio pembenaran diri. Dibalik kosakata yang Anda pergunakan, adalah sikap hidup yang Anda anut, ’mind-set’ yang Anda setel. Jadi mulailah dari sana mengubahnya, memutahirkan sesuai tuntutan jaman.
bertindak yang mana memberi arah dan tujuan pada tingkah laku . Jadi dari kedua
arti tersebut, menjadi jelas bahwa motivasi merupakan vektor, mengandung bobot dan
arah. Lebih lanjut motivasi selalu dihubungkan dengan tujuan. Jadi motivasi belajar,
tentunya perllengkapan psikologik yang membangkitkan seseorang untuk belajar agar
mencapai tujuan. Dengan perkataan lain, apabila kita tidak jelas dengan tujuan yang
hendak kita capai, maka sulit untuk menemukan motivasi belajar.
Sebagaimana dijelaskan dalam modul MD-02 sebelumnya, pada hakekatnya belajar
adalah panggilan hidup. Jadi bagi orang beriman, setidaknya sudah jelas satu tujuan mempertanggungjawabkan kehidupan di hadapan Yang Maha Kuasa. Hal itu berarti,
sebisanya kita perlu belajar menjadi orang sebagaimana kita dimaksudkan Sang Pencipta.
Demikian pula kondisi otak kita bertumbuh dan berkembang sesuai dengan kuantitas dan
kulitas asupan. Semakin banyak kita belajar, semakin berkembang fungsi otak kita, semakin
lebih termotivasi lagi untuk mencari tahu- belajar. Jadi bisa kita simpulkan bahwa sudah hakikinya manusia memiliki motivasi belajar. Tersirat pengertian tidak ada orang yang tidak mempunyai motivasi belajar. Tinggal persoalannya adalah berapa kekuatannya dan kemana arah belajarnya, Apabila pada sejumlah orang tidak nampak termotivasi, berarti mereka sudah belajar lewat satu dan lain kondisi, menjadi orang yang tidak termotivasi untuk belajar ., atau mereka tidak memiliki kejelasan tentang tujuan hidupnya. Andaikan mereka berupaya memperjelas tujuan hidupnya, dan menghapus hasil belajar (’de-learning’) yang keliru, maka motivasinya akan nampak.
Meskipun tiap orang memiliki motivasi belajar, ada orang yang termotivasi dari dalam dirinya – ’ intrinsic’ , ada juga yang termotivasi dari luar - ’extrinsic’ . Mereka yang motivasi belajarnya bersifat intrinsik biasanya berorientasi ’inner locus of control’ . Mereka secara teratur mempertanyakan ke dirinya : ”Apa yang sudah saya pelajari ? Apa yang bisa saya laku kan untuk menambah dan memperbaikinya, mengembangkannya? Apakah saya sudah cukup berupaya?, masih bisa ditingkatkankah upaya saya ? dst. Yang pada hekekatnya, melakukan monitoring diri, sejauh mana kemajuan perkembangannya belajar menjadi.
Sedangkan orang-orang yang termotivasi belajar oleh hal di luar dirinya, cenderung
meletakkan ’locus of control’ di luar dirinya. Mereka memotivasi diri dalam belajar dengan mempertanyakan pertanyaan seperti : ” Apa yang saya bisa peroleh apabila saya lakukan hal ini, apabila saya mempelajari hal ini ? Kalau saya dapat nilai baik, apa yang akan saya peroleh? Dst. Pada umumnya, motivatsi ekstrinsik diperoleh sebagai hasil belajar dengan lingkungannya, terutama lingkungan keluarganya di rumah. Artinya mereka dibesarkan dengan cara seperti itu. Tidak banyak peluang mereka daatkan untuk membuat pilihan-pilihan, segala sesuatunya telah di’set-up’ tergantung kepada orang lain, tergantung apa kata orang lain, dst Dari keduanya, tentunya tidak ada yang 100 % murni intrinsic maupun extrinsic. Orang termotivasi intrinsik, berarti terbanyaknya ia didorong oleh hal-hal dari dalam kalbunya. Sedangkan orang-orang yang termotivasi ekstrinsic, kebanyakkan berdasar kepuasan yang datangnya atau berada di luar dirinya. Semakin besar kekuatan motivasi intrinsicnya, semakin besar juga kecenderungan yang bersangkutan bisa belajar menjadi. Lebih jauh ada banyak riset tentang motivasi, yang dapat memberi kita insight lebih lanjut bagaimana posisi dan perannya dalam kehdiupan kita sehari hari. Pada bagian berikut, kita akan melakukan orientasi atas sejumlah teori, hanya sebagai informasi latar dalam percakapan memotivasi diri ini.
2. Orientasi Teori Motivasi
Sebagaimana disampaikan terdahulu, ada banyak teori yang menjelaskan tentang motivasi. Beberapa teori sudah sangat dikenal dan dipergunakan di banyak bidang ilmu dan praktisi . Berikut, secara sepintas kita akan melakukan orientasi atas sekjumlah teori, yang dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu (1) kelompok teori yang menjelaskan tentang komponen dari motivasi; (2) kelompok kedua teori-teori yang menjelaskan proses motivasi, sedangkan (3) kelompok ketiga, teori teori yang menjelaskan motivasi dalam kaitan dengan hal lain seperti prstasi, self image, dst.
2.1 Kelompok teori : komponen dari motivasi
Cukup banyak teori yang menjelaskan motivasi dari sudut strukturalnya, akan tetapi kita akan melihat sebagai ilustrasi, hanya dua teori yaitu : ‘Teori Peringkat kebutuhan’ dari Abraham Maslow dan Teori Terpancar’ dari David Mc Clelland D
(1) Teori Peringkat Kebutuhan’ dari Abraham Maslow
Maslow mengutarakan bahwa pada dasarnya tingkah laku manusia ( termasuk belajar), didorong oleh kebutuhan yang orang tersebut pada saat itu. Jadi, seseorang melakukan sesuatu karena pada saat itu ia menghayati sangat keku rangan (depriviation) salah satu kebutuhannya, yang akan terpenuhi oleh kelakuan tersebut.; dan dorongan ini disebut ‘D-motive’
Selanjutnya, kebutuhan manusia tersebut digolongkan Maslow kedalam enam tingkatan 1 , yaitu :
1) Kebutuhan fisiologik ( makanan, air, udara, dst);
2) Kebutuhan rasa aman ( bebas dari rasa takut, cemas, tertekan,dst);
3) Kebutuhan Bersosial ( berteman, mencintai dan dicintai, dst),
4) Kebutuhan Pengakuan - self Esteem ( dihargai,diakui prestasinya, reputasinya,dst);
5) Kebutuhan aktualisasi diri ( untuk mejadi yang ia bisa menjadi) dan
6) Kebutuhan Kognitif ( kebutuhan untuk memutahirkan diri).
Lebih lanjut keenam kelompok kebutuhan tersebut bersifat hirarkhis. Artinya kebutuhan paling dasar ( fisiologik) dihayati dan terpenuhi pada batas minimalnya, barulah terhayati kebutuhan hirarkhi berikutnya ( rasa aman) . Hanya ketika kebutuhan rasa aman tersebut terpenuhi pada ambang bawahnya, barulah muncul kebutuhan dengan hirarkhi di atasnya lagi ( sosial) , demikian seterusnya hingga kebutuhan aktualisasi diri. Pada saat orang mulai beraktualisasi, maka ia akan menyadari adanya kekurangan informasi atau skill yang diperlukan untuk melanjutkan aktualisasinya, maka muncul-lah kebutuhan kognitif, yaitu menambah dan meng-‘updated’ hasil belajarnya . Setelah mengisi kognitifnya, maka yang bersangkutan akan kembali ke kebutuhan dasar, tetapi bukan dalam dorongan kekurangan, tetapi dalam dorongan keperluan, yang Maslow sebut sebagai B-motive atau Beta motive.
Jadi menurut teori Maslow, orang perlu belajar untuk bisa ‘survival’, dan apabila mau berkembang, mau belajar menjadi ( beraktualisasi) , maka manusia akan terdorong untuk belajar menjadi.
(2) Teori Terpancar’ dari David Mc Clelland
Mc Clellland, dalam penelitiannya di beberapa negara maju, menjumpai bahwa kemajuan negara tersebut sebenarnya dipicu oleh sejumlah kecil ( sekitar 2 %) orang yang mempunyai profil motive tertentu. Profil motivasi mereka sedemikian rupa sehingga memungkinkan mereka menjadi entrepreneur, karena mereka memiliki ‘mind-set / jiwa entrepreneurship’ , yang menurut Mc Clelland bisa dilatihkan.
Motivasi manusia dibedakan Mc Clelland dalam 3 macam, yaitu motive pencapaian
( achievement), motif keakraban ( Affiliation) dan motive kekuasaan ( Power). Setiap manusia memiliki ketiga motive ini, hanya saja dalam konfigurasi yang berbedabeda. Ada orang yang motivasi achievementnya tinggi, motivasi affiliasinya rendah, dan motivasi Powernya tinggi; tetapi ada pula orang yang motivasi achievementnya tinggi, motivasi affiliasinya sedang, dan motivasi Powernya rendah, dsbnya. Kemudian Mc Clelland menemukan ciri-ciri orang dengan masing-masing konfigurasi tersebut. Lebih lanjut setiap profesi atau pekerjaan membutuhkan profil/konfigurasi motivasi tertentu.
2.2 Kelompok teori : proses motivasi
Dari teori motivasi yang menjelaskan proses, kita tinjau dua teori saja sebagai ilustrasi,
yaitu : Teori harapan - ’expectancy theory’ dari V. Vroom dan teori Penguat – ‘Re
inforcement theory’ dari B.F.Skinner.
(1) Teori harapan - ’expectancy theory’ dari V Vroom
Vroom merumuskan Motivasi sebagai perkalian anatara ‘expectancy’, yaitu persepsi individu tentang kemampuan atau kemungkinannya mencapai sasaran. Dan ‘valence’, nilai yang dilekatkannya pada keluaran atau imbalan yang akan ia peroleh.. Lebih lanjut, kondisi ini hanya berlaku bagi mereka yang memiliki “internal locus of control”, dimana mereka yakin dapat mengontrol pencapaian tujuan mereka.; akan tetapi tidak berlaku bagi mereka yang “external locus of control”
(2) Teori Penguat – ‘Re inforcement theory’ dari B.F.Skinner
Teori ini disebut juga Stimulus Respons theory; karena menurut teori ini stimulus yang datang pada individu, akan membuat individu memberi respons, dan respons ini akan mempunyai konsekwensi atau penguat ( Consequences /reinforcement ). Penguat ini bermacam-macam, yaitu: penguat positif, yang akan memperkuat terulangnya respons ; penguat menghindari, penguat negatif; penguat yang sifatnya mengurangi dan hukuman yang juga merupakan penguat negatif. Lebih lanjut, kemunculan penguat ada yang berkelanjutan, artinya setiap respon muncul, begitu juga penguat. Ada juga yang membutuhkan interval waktu.. Yang membutuhkan sela waktu ini, beberapa macam anatara lain : penjadwalan sela tetap (‘fixed interval’); penjadwalan sela tidak teratur (‘variable interval’); penjadwalan rasio tetap (‘fixed ratio’) dan penjadwalan rasio tidak teratur (‘variable ratio’)
2.3 Kelompok teori : motivasi dalam aplikasinya
Berikut adalah dua teori aplikasi motivasi sebagai ilustrasi, yaitu teori Covington yang dikenal sebagai teori diri berharga - ‘Self-worth theory of achievement dan teori Ames dengan struktur tujuan sebagai sistem motivasi.
(1) ‘Self-worth theory of achievement’ dari Covington
Covington melihat ‘performance’ merupakan hasil perpaduan dari kemampuan – ability yang dimiliki seseorang dengan upaya –effort yang dikeluarkannya untuk melakukan pencapaian. Selanjutnya performance ini akan berpengaruh pada penghayatan diri berharga ( ‘self worth’) , yang pada gilirannya akan menambah penghayatan kemampuan dan upaya, sehingga semakin baik lagi performancenya, dst kita melihatnya sebagai termotivasi .
(2) “Goal Structure as Motivational System’, dari Ames
Ames melihat ada kaitan yang erat antara struktur tujuan –Goal Structure dengan system motivasi - Motivational System Tujuan yang mengarah pada kerja sama –cooperative, berkaitan erat dengan sistem motivasi yang didasarkan pada moralitas. Sedangkan tujuan yang bersifat competitive, akan mendorong sistem motivasi yang bersifat egoistik. Sementara tujuan yang arahnya individualistic akan berkaitan dengan sistem motivasi yang menekankan penguasaan-mastery.
Demikianlah kita telah sepintas lalu melihat-lihat inti enam teori motivasi, semoga Anda mempunyai sedikit orientasi , dan insight bahwa teori tentang motivasi amat beraneka ragam tergantung dari sudut mana kita memandang. Yang mana yang baik? Setiap teori memiliki kelemahan dan kekuatannya masing-masing. Nampaknya untuk keperluan tertentu selalu ada teori yang paling sesuai. Seperti disampaikan sebelumnya bagian 2 ini hanya sebagai ‘window shopping’. Bila suatu saat Anda memerlukan , Anda dapat mendalami teori yang Anda perlukan.
Bersikap Mawas diri
Telah kita bahas dalam modul MD-02 bahwa otak menyimpan semua hasil rekaman pengetahuan dan penghayatan kita dalam memory-nya. Apabila karena satu dan lain hal kita sempat keliru belajar menjadi ’tidak mampu, tidak berdaya, tidak bias belajar’, maka langkah yang perlu dilakukan adalah merombak hasil belajar tersebut- ’delearning’ dengan cara memutahirkan (up-dated) selalu mind-set kita ( ingat kembali modul MD-01) Kembali berdialog dengan diri Anda, dari mana datangnya pikiran tersebut, lalu mutahirkan ( teknik Stop pikiran lama-ganti dengan pikiran baru)
Salah satu sikap mawas yang perlu dijaga adalah mawas akan kosakata yang Anda ungkapkan baik ke diri maupun ke luar. Kosa-kata yang Anda pakai mencerminkan siapa Anda tetapi juga membentuk diri Anda. Sebagai ilustrasi, apabila kita belum berhasil menguasai suatu mata kuliah, kosakata apakah yang kita keluarkan ( bersuara ataupun dalam hati ?) .............. ” Ah memang saya tidak mampu” , ”ah memang bukan jurusan pilihanku”, ” Dosennya tidak becus menerangkan”, ” Sialan, apa sih gunanya belajar ini semua”, dst dst. Apabila kosakata itu yang keluar, maka bisa dipastikan Anda kehilangan kesempatan termotivasi. Mengapa tidak seperti Thomas Edison, ketika ia masih selalu gagal menghasilkan nyala bola lampunya, ia menagatakan bahwa ”semua upaya yang belum menghasilkan ini merupakan prasarat untuk munculnya nyala pertama dari bola lampunya ”. Pada akhirnya kita tahu kosakatanya betul, dan sekarang kita menikmati hasil jatuh bangunnya. Pergunakanlah kosakata yang mendukung diri Anda maju, seperti misalnya: ”
Saya punya potensi, mungkin belum terpoles, belum terasa; baiklah saya coba memolesnya, ya saat ini saya perlu bantuan, yang dapat memoles potensi saya.” Selanjutnya hindarilah kosakata yang membawa Anda lebih terpuruk lagi, seperti :”Sebetulnya saya bisa, cobanya ............”. , ” Andai saja .............., ”, atau ” Sebenarnya saya bisa, tetapi .............”, dsb hanya sebagaio pembenaran diri. Dibalik kosakata yang Anda pergunakan, adalah sikap hidup yang Anda anut, ’mind-set’ yang Anda setel. Jadi mulailah dari sana mengubahnya, memutahirkan sesuai tuntutan jaman.
Langganan:
Postingan (Atom)