Masyarakat modern adalah masyarakat konsumtif. Masyarakat
yang terus menerus berkonsumsi. Namun konsumsi yang dilakukan bukan lagi hanya
sekedar kegiatan yang berasal dari produksi. Konsumsi tidak lagi sekedar
kegiatan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar dan fungsional manusia. Konsumsi
telah menjadi budaya, budaya konsumsi. Sistem masyarakat pun telah berubah, dan
yang ada kini adalah masyarakat konsumen, yang mana kebijakan dan aturan-aturan
sosial masyarakat sangat dipengaruhi oleh kebijakan pasar.
Fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
konsumen, juga sangat diwarnai dengan kegempitaan kegiatan konsumsi. Bagi
masyarakat konsumen, saat ini hampir
tidak ada ruang dan waktu tersisa untuk menghindari diri dari serbuan berbagai
informasi yang berurusan dengan kegiatan konsumsi. Di rumah, di kantor atau di
kampus, kita tak henti-henti disodori berbagai informasi yang menstimulasi
konsumsi melalui iklan di tv, koran maupun majalah-majalah. Di jalan, selain
terus melewati pertokoan dan pusat perbelanjaan, kita juga terus dihadapkan
dengan pemandangan attraktif dari promosi media luar ruang yang menghiasi
jalan-jalan dan berbagai sudut strategis kota.
Fenomena masyarakat konsumsi tersebut, yang telah melanda
sebagian besar wilayah didunia, saat ini juga sudah terjadi pada masyarakat
Indonesia, utamanya pada masyarakat perkotaan. Menurut Yasraf Amir Piliang,
fenomena yang menonjol dalam masyarakat Indonesia saat ini, yang menyertai
kemajuan ekonomi adalah berkembangnya budaya konsumsi yang ditandai dengan
berkembangnya gaya hidup. Berbagai gaya hidup yang terlahir dari kegiatan
konsumsi semakin beragam pada masyarakat perkotaan Indonesia, terutama Jakarta.
Nge-mall, clubbing, fitness, nge-wine, hang out di cafe adalah beberapa contoh
gaya hidup yang nampak menonjol saat ini. Semua aktifitas tersebut adalah
perwujudan dari hingar bingar konsumsi.
Berkembangnya gaya hidup masyarakat perkotaan tersebut, satu
sisi bisa menjadi pertanda positif meningkatnya kesejahteraan hidup masyarakat
kota. Yang mana peningkatan kegiatan konsumsi dipandang sebagai efek dari
naiknya penghasilan dan taraf hidup masyarakat. Namun disisi lain, fenomena
tersebut juga bisa dikatakan sebagai pertanda kemunduran rasionalitas
masyarakat, yang mana konsumsi dianggap sebagai penyakit yang menggerogoti jiwa
dan pikiran masyarakat. Konsumsi menjadi orientasi hidup bagi sebagian
masyarakat, sehingga setiap aktifitas yang dilakukannya didasari karena
kebutuhan berkonsumsi. Oleh karena itu, banyak pihak yang menyalahkan
rasionalitas konsumsi sebagai faktor yang menyebabkan hilangnya kritisme
masyarakat terhadap berbagai hal yang vital bagi kehidupan, kebijakan
pemerintah maupun fenomena hidup lainnya.
Banyak hal yang bisa dibahas mengenai konsumsi. Meskipun
demikian, ada beberapa fakta yang tetap tak terbantahkan, yaitu bahwa: Pertama,
kita selalu terikat dengan kegiatan konsumsi. Kedua, secara fisik kita hanya
bisa bertahan melalui konsumsi. Ketiga, dalam semua hal, kita semua adalah
konsumen.
Meskipun memang konsumsi adalah aktifitas kita yang tak
terelakkan, namun ada beberapa perkembangan luar biasa yang harus kita waspadai
berkenaan dengan aktifitas tersebut. Terutama tentang terbentuknya suatu bentuk
kehidupan sosial baru yang menjadikan konsumsi sebagai pusatnya, sehingga
kemudian justru muncul banyak masalah yang semakin nyata dan meresahkan bagi
kita semua. Perkembangan yang luar biasa ini menekankan pembedaan antara keperluan-keperluan untuk bertahan
hidup bagi manusia dan perkembangan suatu ideologi yang berdasar pada
konsumerisme.
Pengertian Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang
berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan
juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang
diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.
Definisi budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan
politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri
manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara
genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang
berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa
budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat
kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku
komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan
sosial manusia.
Pengaruh Kebudayaan
Terhadap Perilaku Konsumen
Pengertian perilaku konsumen menurut Shiffman dan Kanuk (2000)
adalah perilaku yang diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan,
mengevaluasi dan mengabaikan produk, jasa, atau ide yang diharapkan dapat
memuaskan konsumen untuk dapat memuaskan kebutuhannya dengan mengkonsumsi
produk atau jasa yang ditawarkan.
Selain itu perilaku konsumen menurut Loudon dan Della Bitta
(1993)
adalah proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik
individu-individu yang semuanya ini melibatkan individu dalam menilai,
mendapatkan, menggunakan, atau mengabaikan barang-barang dan jasa-jasa.
Menurut Ebert dan Griffin (1995) consumer behavior
dijelaskan sebagai upaya konsumen untuk membuat keputusan tentang suatu produk
yang dibeli dan dikonsumsi.
MODEL PERILAKU
KONSUMEN
Konsumen mengambil banyak macam keputusan membeli setiap
hari. Kebanyakan perusahaan besar meneliti keputusan membeli konsumen secara
amat rinci untuk menjawab pertanyaan mengenai apa yang dibeli konsumen, dimana
mereka membeli, bagaimana dan berapa banyak mereka membeli, serta mengapa
mereka membeli.
Pertanyaan sentral bagi pemasar: Bagaimana konsumen
memberikan respon terhadap berbagai usaha pemasaran yang dilancarkan
perusahaan? Perusahaan benar−benar memahami bagaimana konsumen akan memberi
responterhadap sifat-sifat produk, harga dan daya tarik iklan yang berbeda
mempunyai keunggulan besar atas pesaing.
FAKTOR BUDAYA
Faktor budaya memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada
perilaku konsumen. Pengiklan harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh
budaya, subbudaya dan kelas social pembeli. Budaya adalah penyebab paling
mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang.
Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi,
keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari
keluarga dan lembaga penting lainnya. Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya
– sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang
lebih spesifik untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat
jenis: kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis.
Banyak subbudaya membentuk segmen pasar penting dan pemasar seringkali
merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan
konsumen.
Kelas-kelas sosial adalah masyarakat yang relatif permanen
dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan
keanggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial
bukan ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur
dari kombinasi pendapatan, pekerjaan, pendidikan, kekayaan dan variable lain.
• Pengaruh Budaya
Yang Tidak Disadari
Dengan adanya kebudayaan, perilaku konsumen mengalami
perubahan. Dengan memahami beberapa bentuk budaya dari masyarakat, dapat
membantu pemasar dalam memprediksi penerimaan konsumen terhadap suatu produk.
Pengaruh budaya dapat mempengaruhi masyarakat secara tidak sadar. Pengaruh
budaya sangat alami dan otomatis sehingga pengaruhnya terhadap perilaku sering
diterima begitu saja. Ketika kita ditanya kenapa kita melakukan sesuatu, kita
akan otomatis menjawab, “ya karena memang sudah seharusnya seperti itu”.
Jawaban itu sudah berupa jawaban otomatis yang memperlihatkan pengaruh budaya
dalam perilaku kita. Barulah ketika seseorang berhadapan dengan masyarakat yang
memiliki budaya, nilai dan kepercayaan yang berbeda dengan mereka, lalu baru
menyadari bahwa budaya telah membentuk perilaku seseorang. Kemudian akan muncul
apresiasi terhadap budaya yang dimiliki bila seseorang dihadapan dengan budaya
yang berbeda. Misalnya, di budaya yang membiasakan masyarakatnya menggosok gigi
dua kali sehari dengan pasta gigi akan merasa bahwa hal itu merupakan kebiasaan
yang baik bila dibandingkan dengan budaya yang tidak mengajarkan masyarakatnya
menggosok gigi dua kali sehari. Jadi, konsumen melihat diri mereka sendiri dan
bereaksi terhadap lingkungan mereka berdasarkan latar belakang kebudayaan yang
mereka miliki. Dan, setiap individu akan mempersepsi dunia dengan kacamata
budaya mereka sendiri.
• Pengaruh Budaya
dapat Memuaskan Kebutuhan
Budaya yang ada di masyarakat dapat memuaskan kebutuhan
masyarakat. Budaya dalam suatu produk yang memberikan petunjuk, dan pedoman
dalam menyelesaikan masalah dengan menyediakan metode “Coba dan buktikan” dalam
memuaskan kebutuhan fisiologis, personal dan sosial. Misalnya dengan adanya
budaya yang memberikan peraturan dan standar mengenai kapan waktu kita makan,
dan apa yang harus dimakan tiap waktu seseorang pada waktu makan. Begitu juga
hal yang sama yang akan dilakukan konsumen misalnya sewaktu mengkonsumsi
makanan olahan dan suatu obat.
• Pengaruh Budaya dapat Dipelajari
Budaya dapat dipelajari sejak seseorang sewaktu masih kecil,
yang memungkinkan seseorang mulai mendapat nilai-nilai kepercayaan dan
kebiasaan dari lingkungan yang kemudian membentuk budaya seseorang. Berbagai
macam cara budaya dapat dipelajari. Seperti yang diketahui secara umum yaitu
misalnya ketika orang dewasa dan rekannya yang lebih tua mengajari anggota
keluarganya yang lebih muda mengenai cara berperilaku. Ada juga misalnya seorang
anak belajar dengan meniru perilaku keluarganya, teman atau pahlawan di
televisi. Begitu juga dalam dunia industri, perusahaan periklanan cenderung
memilih cara pembelajaran secara informal dengan memberikan model untuk ditiru
masyarakat. Misalnya dengan adanya pengulangan iklan akan dapat membuat nilai
suatu produk dan pembentukan kepercayaan dalam diri masyarakat. Seperti
biasanya iklan sebuah produk akan berupaya mengulang kembali akan iklan suatu
produk yang dapat menjadi keuntungan dan kelebihan dari produk itu sendiri.
Iklan itu tidak hanya mampu mempengaruhi persepsi sesaat konsumen mengenai
keuntungan dari suatu produk, namun dapat juga memepengaruhi persepsi generasi
mendatang mengenai keuntungan yang akan didapat dari suatu kategori produk tertentu.
• Pengaruh Budaya
yang Berupa Tradisi
Tradisi adalah aktivitas yang bersifat simbolis yang
merupakan serangkaian langkah-langkah (berbagai perilaku) yang muncul dalam
rangkaian yang pasti dan terjadi berulang-ulang. Tradisi yang disampaikan
selama kehidupan manusia, dari lahir hingga mati. Hal ini bisa jadi sangat
bersifat umum. Hal yang penting dari tradisi ini untuk para pemasar adalah
fakta bahwa tradisi cenderung masih berpengaruh terhadap masyarakat yang
menganutnya. Misalnya yaitu natal, yang selalu berhubungan dengan pohon cemara.
Dan untuk tradisi-tradisi misalnya pernikahan, akan membutuhkan
perhiasan-perhiasan sebagai perlengkapan acara tersebut.
Budaya dan konsumsi
Produk mempunyai fungsi, bentuk dan arti . Ketika konsumen
membeli suatu produk mereka berharap produk tersebut menjalankan fungsi sesuai
harapannya, dan konsumen terus membelinya hanya bila harapan mereka dapat
dipenuhi dengan baik. Namun, bukan hanya fungsi yang menentukan keberhasilan
produk . Produk juga harus memenuhi harapan tentang norma, misalnya persyaratan
nutrisi dalam makanan, crispy (renyah) untuk makanan yang digoreng, makanan harus panas untuk ‘steak hot plate’
atau dingin untuk ‘ agar-agar pencuci mulut’.Seringkali produk juga didukung
dengan bentuk tertentu untuk menekankan simbol fungsi seperti ‘ kristal biru’
pada detergen untuk pakaian menjadi lebih putih. Produk juga memberi simbol
makna dalam masyarakat misal “ bayam” diasosiasikan dengan kekuatan dalam film
Popeye atau makanan juga dapat disimbolkan sebagai hubungan keluarga yang erat
sehingga resep turun temurun keluarga menjadi andalan dalam memasak, misal
iklan Sasa atau Ajinomoto. Produk dapat menjadi simbol dalam masyarakat untuk
menjadi ikon dalam ibadat agama.
Budaya merupakan sesuatu yang perlu dipelajari, karena
konsumen tidak dilahirkan spontan mengenai nilai atau norma kehidupan sosial
mereka, tetapi mereka harus belajar tentang apa yang diterima dari keluarga dan
teman-temannya. Anak menerima nilai dalam perilaku mereka dari orang tua , guru
dan teman-teman di lingkungan mereka. Namun dengan kemajuan zaman yang sekarang
ini banyak produk diarahkan pada kepraktisan, misal anak-anak sekarang lebih
suka makanan siap saji seperti Chicken Nugget, Sossis, dan lain-lainnya karena
kemudahan dalam terutama bagi wanita yang bekerja dan tidak memiliki waktu
banyak untuk mengolah makanan.
Kebudayaan juga mengimplikasikan sebuah cara hidup yang
dipelajari dan diwariskan, misalnya anak yang dibesarkan dalam nilai budaya di
Indonesia harus hormat pada orang yang lebih tua, makan sambil duduk dsb.
Sedangkan di Amerika lebih berorientasi pada budaya yang mengacu pada
nilai-nilai di Amerika seperti kepraktisan, individualisme, dsb.
Budaya berkembang karena kita hidup bersama orang lain di
masyarakat. Hidup dengan orang lain menimbulkan kebutuhan untuk menentukan
perilaku apa saja yang dapat diterima semua anggota kelompok. Norma budaya
dilandasi oleh nilai-nilai, keyakinan dan sikap yang dipegang oleh anggota
kelompok masyarakat tertentu. Sistem nilai mempunyai dampak dalam perilaku
membeli, misalnya orang yang memperhatikan masalah kesehatan akan membeli
makanan yang tidak mengandung bahan yang merugikan kesehatannya.
Nilai memberi arah pengembangan norma, proses yang dijalani
dalam mempelajari nilai dan norma disebut ”sosialisasi atau enkulturasi”.
Enkulturasi menyebabkan budaya masyarakat tertentu akan bergerak dinamis
mengikuti perkembangan zaman. Sebaliknya, bila masyarakat cenderung sulit
menerima hal-hal baru dalam masyarakat dengan mempertahankan budaya lama disebut
Accultiration.
Budaya pada gilirannya akan mempengaruhi pengembangan dalam
implikasi pemasaran seperti perencanaan produk, promosi ,distribusi dan
penetapan harga. Untuk mengembangkan strategi yang efektif pemasar perlu
mengidentifikasi aspek-aspek penting kebudayaan dan memahami bagaimana mereka
mempengaruhi konsumen. Sebagaimana strategi dalam penciptaan ragam produk,
segmentasi pasar dan promosi yang dapat disesuaikan dengan budaya masyarakat.
Beberapa perubahan pemasaran yag dapat mempengaruhi kebudayaan,
seperti :
1. Tekanan pada kualitas
2. Peranan wanita yang berubah
3. Perubahan kehidupan keluarga
4. Sikap yang berubah terhadap kerja dan kesenangan
5. Waktu senggang yang meningkat
6. Pembelian secara impulsif
7. Hasrat akan kenyamanan
Sumber :